Film dokumenter dari Korea Selatan tentang pekerja elektronik yang sekarat dan penolakan industri untuk mengungkapkan bahan kimia beracun yang menyebabkan mereka sakit ditayangkan di 20 negara dengan produksi dan penggunaan elektronik yang terus meningkat

Jakarta, Indonesia. Jumat, 29 Juni 2018. Cerita dari Ruang Bersih, sebuah film dokumenter yang mengungkapkan pelanggaran-pelanggaran HAM dan kesehatan dalam industri elektronik, menyoroti praktik-praktik industri beracun untuk audiens di seluruh dunia. Film yang disutradarai oleh organisasi untuk kepentingan publik Korea Selatan, SHARPS (Supporters for the Health and Rights of People in the Semiconductor Industry), menampilkan kesaksian 23 orang yang hidupnya telah hancur oleh penyakit dan kematian akibat dari paparan bahan kimia beracun ketika bekerja membuat layar LCD dan chip yang digunakan pada perangkat elektronik kita. Di Indonesia, film ini akan ditayangkan perdana di kantor Greenpeace Indonesia, Jakarta, pada 29 Juni 2018, pukul 13.30-16.00 WIB.

“Tidak ada mata yang kering ketika kami menyaksikan pratinjau film ini,” kata Yuyun Ismawati, “Orang-orang yang menceritakan kisah mereka di film ini memperingatkan bahaya yang harus kita perhatikan di Indonesia.”

“Film ini mengungkapkan biaya yang sangat mahal bagi kesehatan dan keselamatan manusia di balik model bisnis elektronik yang mengutamakan keuntungan jangka pendek. Film ini juga memberi peringatan bagi sektor elektronik bahwa mereka masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk memastikan kesehatan dan keselamatan pekerja, dengan mengidentifikasi, membuka, dan mengeliminasi penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksi mereka”, ujar Ashov dari Greenpeace.

Organisasi-organisasi untuk kepentingan publik di 20 negara dimana manufaktur dan penggunaan perangkat elektronik sedang berkembang akan menayangkan film ini untuk meningkatkan kesadaran tentang pekerja elektronik Korea Selatan dan bahaya yang dihadapi pekerja di pasar yang baru. Mereka meminta produsen terbesar, Samsung, untuk tidak lagi menggunakan bahan kimia berbahaya.

Hwang Sang-gi kehilangan putri 22 tahunnya, Hwang Yumi karena leukemia setelah bekerja di Samsung Semiconductor. Seperti kebanyakan pekerja elektronik yang didominasi perempuan, Yumi telah direkrut sejak sekolah menengah atas. Dia bekerja di bagian fabrikasi perendaman chip semikonduktor dalam bahan kimia. Setelah mengetahui pekerja wanita muda lain dari lini produksi yang sama juga meninggal karena penyakit yang sama, Hwang Sang-gi memulai penyelidikan yang kemudian berkembang menjadi gerakan untuk memecah kebisuan dalam penggunaan bahan kimia berbahaya di industri elektronik.

Di Cerita dari Ruang Bersih, Mr. Hwang dan 22 orang yang lain menceritakan penyakit-penyakit serius, seperti leukemia, limfoma, tumor otak, sklerosis pada banyak bagian, dan infertilitas  dan berbagi kisah mereka tentang paparan kimia yang biasa terjadi dalam proses produksi elektronik. Ayah lain di dalam film yang putrinya, Yoon Eun-jin, bekerja di Samsung Semiconductor dan meninggal pada usia 23, mengatakan “Kita tahu sekarang kalau mereka menggunakan bahan kimia yang mematikan, tetapi kita tidak tahu sebelumnya. Apakah pihak perusahaan meminta izin dari para orang tua dan memberitahu kalau perusahaannya menggunakan bahan kimia yang mematikan? Apabila kami tahu sebelumya, kami tidak akan mengirim anak-anak kita kesana.”

“Para pekerja dan keluarganya  membayar biaya yang menyakitkan untuk penggunaan bahan kimia beracun dalam proses produksi elektronik. Biaya-biaya ini seharusnya dibayar oleh pihak industri,” kata Jongran Lee dari SHARPS. “Produk-produk seharusnya dirancang dan diproduksi dengan cara-cara yang menghilangkan potensi bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.”

Bahan kimia beracun yang digunakan di industri elektronik antara lain solvent/pelarut, logam berat, polutan organik persisten, seperti penghambat nyala (flame retardants), endocrine disruptors, dan senyawa-senyawa karsinogenik, mutagen, dan bahan-bahan beracun yang mengganggu sistem reproduksi dan perkembangan. Di Korea Selatan, negara asal Samsung, sebuah penelitian ilmiah mengungkapkan tingginya angka aborsi spontan dan gangguan menstruasi di kalangan pekerja mikroelektronik perempuan usia 20 hingga 39 tahun. Kekhawatiran serupa muncul ketika para peneliti di Vietnam baru-baru ini menerbitkan sebuah laporan yang memaparkan gangguan kesehatan pada tenaga kerja di pabrik telepon seluler Samsung, termasuk laporan bahwa keguguran adalah hal yang “umum”.

“Telepon seluler dan komputer digunakan setiap hari oleh miliaran orang, tapi hanya sedikit orang yang menyadari bahwa bahan kimia berbahaya digunakan atau masalah kesehatan dan keselamatan kerja, terjadi di dalam proses produksi perangkat elektronik,” kata IPEN’s Senior Technical Advisor, Joe DiGangi, PhD. “Cerita dari Ruang Bersih membuka tirai untuk menunjukkan wajah manusia yang terluka dan desakan untuk segera bertindak.”

“Samsung selain telah merusak Bangka Belitung dengan pertambangan timah untuk produk mereka juga telah melakukan peracunan terhadap para pekerja pabrik elektronik Samsung di Korea Selatan dan Vietnam. Pencemaran tidak hanya terjadi di lokasi pertambangan material juga terjadi di dalam lingkungan pabrik mereka,” ujar Dwi Sawung, Pengkampanye Perkotaan dan Energi WALHI.

“Penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun dalam produksi barang- barang elektronik di Indonesia sudah menjadi norma, terlepas dari kenyataan bahwa bahan-bahan ini menghilangkan nyawa para buruh dan mengotori lingkungan. Hal ini sangat ironis: industri elektronik adalah industri ‘beracun dan mematikan’, namun, industri ini mensyaratkan ‘paru-paru yang sehat dan darah muda’ untuk bekerja di tempat-tempat kerja yang tidak aman. Buruh-buruh muda di dalam industri ini, mayoritas perempuan, jatuh sakit dan banyak yang meninggal dikarenakan penyakit akibat kerja yang mereka derita. Beberapa faktor utama yang menjadikan B3 di industri elektronik menjadi norma adalah (1) lemahnya peran pemerintah dalam meregulasi arus bahan kimia berbahaya dan beracun; (2) kurangnya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan  bahan kimia di tempat kerja; (3) audit sosial abal-abal dan bisnis sertifikasi yang kacau; dan (4) perusahaan tidak memberikan informasi kepada buruh tentang bahan kimia apa yang dipakai di dalam proses produksi.” kata Dina Septi dari LIPS (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane).

Sampai saat ini, SHARPS telah mendokumentasikan lebih dari 300 kasus penyakit akibat kerja yang parah dan mematikan terkait dengan paparan di tempat kerja dalam industri elektronik di Korea Selatan. Sementara itu 144 pekerja telah meninggal, semakin banyak korban yang memenangkan pengadilan dan berhasil mendorong dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghubungkan penyakit mereka dengan pekerjaan mereka di pabrik-pabrik elektronik. Samsung, perusahaan elektronik terbesar dan paling tertutup, terus menolak untuk mengungkapkan bahan kimia yang mereka gunakan di dalam proses produksinya. Penolakan perusahaan untuk mengungkapkan identitas bahan kimia dan penolakan pemberian kompensasi kepada para pekerja yang sakit dan keluarganya, menjadi tema utama film ini.

Jaringan organisasi global yang menayangkan film ini berharap bahwa kesadaran publik akan bahan kimia berbahaya dalam elektronik akan memacu publik dan pemerintah untuk menuntut industri mengungkapkan daftar bahan kimia beracun dan mengakhiri praktik penyembunyian liabilitas bahan beracun dibalik rahasia perdagangan.

“Kita perlu mendengarkan suara para korban dan meminta pertanggungjawaban perusahaan sebelum semakin banyak orang yang dirugikan,” kata Dr. Tadesse Amera, Direktur PAN Ethiopia. “Samsung menawarkan lapangan kerja di negara-negara berkembang, dan sebagai imbalannya, pemerintah menawarkan potongan pajak yang signifikan kepada Samsung dengan dana publik. Tetapi bagaimana dengan biaya untuk kesehatan manusia dan lingkungan? Cerita dari Ruang Bersih  mendorong kita untuk segera bertindak sekarang untuk mewujudkan elektronik yang bebas racun.”

“Ketika ekonomi sirkular tumbuh, lebih banyak bahan kimia beracun dari perangkat elektronik yang dibuang memasuki aliran limbah. Ini secara langsung membahayakan pendaur ulang limbah elektronik. Zat kimia yang terlepaskan dapat mencemari masyarakat yang tinggal di dekat tempat pembuangan sampah. Tapi itu tidak semua, banyak bahan kimia berbahaya dalam perangkat elektronik, seperti flame retardants, masuk kembali ke plastik daur ulang dan terus membahayakan kesehatan melalui produk baru, termasuk mainan anak-anak.” kata Olga Speranskaya, IPEN Co-Chair dan ahli bahan kimia dalam produk. “Panggilan untuk mengidentifikasi dan menggantikan bahan-bahan kimia yang paling berbahaya dalam perangkat elektronik dengan alternatif yang lebih aman merupakan hal yang kritis untuk kesehatan pekerja dan kesehatan masyarakat.”

Untuk informasi lebih lanjut:
Yuyun Ismawati – BaliFokus; [email protected]; +44 758 376 8707
Dwi Sawung – WALHI; [email protected]; +63 999 412 0029
Ahmad Ashov Birry – Greenpeace Indonesia; [email protected] , +628111757 246

###
BaliFokus adalah sebuah organisasi non-pemerintah Indonesia yang bekerja untuk meningkatkan kapasitas, kualitas hidup masyarakat dan menganjurkan lingkungan bebas racun dan bersama semua pemangku kepentingan secara berkelanjutan. (www.balifokus.asia)

Greenpeace adalah organisasi kampanye global independen yang beraksi untuk mengubah sikap dan perilaku, melindungi lingkungan, salah satunya dari pencemaran bahan kimia berbahaya, dan mempromosikan perdamaian. Greenpeace hadir di lebih dari 55 negara di Eropa, Amerika, Asia, Afrika, dan Pasifik. (www.greenpeace.com/seasia/id)

Walhi adalah  organisasi lingkungan di Indonesia yang berada di 28 propinsi dan memiliki anggota 473 organisasi diseluruh wilayah indonesia. Walhi bekerja di akar rumput melakukan advokasi kasus-kasus lingkungan hidup (www.walhi.or.id)

LIPS (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane) adalah perkumpulan pekerja yang mengisi sistem penunjang pergerakan buruh di Indonesia dengan menjadi corong komunikasi dan tempat diskusi. (www.lips.or.id)

Negara-negara dimana Cerita dari Ruang Bersih akan ditayangkan sebagai bagian dari kampanye global meliputi: Armenia, Bulgaria, Kamerun, Tiongkok, Republik Ceko, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Georgia, India, Indonesia, Irak, Kazakhstan, Kenya, Kyrgyzstan, Meksiko, Nepal, Nigeria, Filipina, dan Togo.

IPEN adalah jaringan organisasi non-pemerintah yang bekerja di lebih dari 100 negara untuk mengurangi dan menghilangkan bahaya bahan kimia beracun terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. www.ipen.org