Jakarta, 2 Mei 2019. Persoalan serius yang masih terjadi dalam perekrutan dan penempatan pekerja migran pelaut perikanan perlu menjadi prioritas pemerintah untuk segera dituntaskan. Hal tersebut melatarbelakangi diskusi publik membahas isu terkait yang digelar oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Jakarta (2/5). Kegiatan tersebut juga dilaksanakan untuk memperingati Hari Buruh Internasional 2019.

Lahirnya UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) pada 22 November 2017 lalu belum memberi jaminan pelindungan yang diharapkan bagi pekerja migran pelaut perikanan asal Indonesia. Sebab hingga saat ini aturan pelaksana utama berupa peraturan pemerintah dan peraturan presiden dari UU PPMI belum disahkan oleh pemerintah. Pasal 90 UU ini mengamanatkan peraturan pelaksanaan harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak UU diundangkan.

“Meski semua aturan pelaksana UU 18/2017 disahkan, persoalan serius ini bisa terus berlarut jika pemerintah lagi-lagi lamban dalam menjalankan perangkat sistem pelayanan dan pengawasan yang dibutuhkan untuk melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia,” ungkap Hariyanto, Ketua Umum SBMI.

Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia, menyatakan isu kerja paksa dan perbudakan di laut sangat terkait dengan praktik perdagangan manusia dan kegiatan perikanan yang merusak dan ilegal. “Indikasi praktik perdagangan orang di sektor perikanan erat kaitannya dengan perikanan merusak dan kegiatan ilegal lainnya di laut. Hal ini cermin dari berlanjutnya kegagalan tata kelola pengelolaan laut, ketenagakerjaan dan migrasi di tingkat nasional dan global. Oleh karena itu kerja sama antar negara untuk mengatasi persoalan-persoalan terkait ini sudah sangat mendesak dilakukan,” Leonard menegaskan.

Untuk menyikapi persoalan-persoalan serius tersebut, SBMI dan Greenpeace Indonesia menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk: (1) segera menerbitkan peraturan pemerintah dan peraturan presiden terkait kelembagaan dan mekanisme perekrutan, penempatan dan pelindungan pekerja migran pelaut awak kapal dan pelaut perikanan Indonesia; (2) memperkuat kapasitas sistem pelayanan LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap) dan pengawasan dalam perekrutan dan pelindungan pekerja pelaut awak kapal dan pelaut perikanan; (3) melakukan langkah-langkah hukum untuk menindaklanjuti berbagai laporan dugaan kasus perdagangan orang di sektor perikanan; dan (4) mengevaluasi dan memperkuat kerja sama multipihak di tingkat nasional, regional dan internasional untuk melindungi hak-hak pekerja migran pelaut perikanan asal Indonesia dan Asia Tenggara.

Narahubung Media: