Nama saya Rini Irmayasari atau biasa dipanggil Maya. Saya adalah volunteer Greenpeace Indonesia dari Manokwari, Papua Barat.

Minggu lalu saya mendapatkan kesempatan emas untuk ikut berlayar dengan kapal Greenpeace Rainbow Warrior dari Tacloban, Filipina mengarungi ganasnya ombak Samudera Pasifik hingga masuk ke perairan Maluku Utara dan akhirnya tiba di rumah saya tercinta di Manokwari.

Maya, volunteer Greenpeace Indonesia di Manokwari

Bagi perempuan berdarah setengah Arfak dari Suku Meyah di Manokwari, pengalaman berlayar selama sepekan bersama kapal yang 100% ramah lingkungan ini menjadi sebuah pengalaman seumur hidup yang sulit dilupakan. Sejak aktif menjadi volunteer Greenpeace dari tahun 2006, saya biasanya hanya menjadi relawan di pameran Open Boat saat kapal kampanye Greenpeace tiba di kota saya. Namun pada kesempatan ini saya bisa mendapatkan engalaman langsung ikut serta dalam pelayaran menuju Jelajah Harmoni Nusantara ini.

Sebagai perempuan yang lahir dan dibesarkan dalam budaya patriarki yang kuat, perkenalan dan beraktivitas bersama dengan para kru kapal dan kapten ini mencerahkan jiwa ketika saya melihat bagaimana kesetaraan gender antara perempuan dan laki–laki terjadi di kapal ini. Di kapal ini, perempuan dapat mengambil peran penuh sebagai pengambil keputusan seperti yang saya lihat dari sosok Hettie, kapten kapal Rainbow Warrior. Bahkan dalam keadaan darurat, Hettie adalah orang yang akan mengambil keputusan dan juga dihormati serta didukung oleh rekan-rekan kru kapal lainnya.

Jika saya atau siapapun yang menemukan masalah dengan mesin atau alat yang tidak dapat dioperasikan di kapal, maka akan mengandalkan Sabine, mekanik kapal Rainbow Warrior berkebangsaan Jerman yang juga seorang perempuan.

Hettie, Kapten Rainbor Warrior berkebangsaan Belanda

Hettie, Kapten Rainbor Warrior berkebangsaan Belanda

 Sabine, Mekanik Rainbow Warrior berkebangsaan Jerman

Sabine, Mekanik Rainbow Warrior berkebangsaan Jerman

Namun, kesetaraan gender ini tidak terbatas pada peran Hettie ataupun Sabine. Di kapal ini, setiap hari sebagai relawan dek dan awak kabin, saya biasanya dipasangkan bersama dengan beberapa perempuan yang juga berprofesi sebagai kru dek yaitu Fishbone dari Hongkong dan Hsuan dari Taiwan. Pekerjaan mereka bervariasi mulai dari membersihkan dek, memilah-milah sampah, mencat hingga mengelas bagian–bagian yang rusak, membantu pekerjaan layar dan pekerjaan–pekerjaan pemeliharaan lainnya.

Hsuan, Kru Rainbow Warrior berkebangsaan Taiwan

Hsuan, Kru Rainbow Warrior berkebangsaan Taiwan

Kesetaraan gender dalam peran domestik juga terjadi di kapal ini. Selain semua kru baik laki–laki maupun perempuan wajib bergotong royong memencuci piring dan gelas mereka sendiri. Di kapal ini kami punya seorang juru masak laki–laki; Daniel Bravo dari Meksiko. Daniel yang gemar memasak makanan organik khususnya yang berasal dari hutan dan komunitas–komunitas tani non-industri menjadi salah satu orang yang kami andalkan saat lapar. Setiap hari, kami dua kali makan besar yaitu makan siang dan makan malam. Menu yang ia sajikan selalu segar dan bervariasi. Mulai dari petatas ungu yang dipanggang kering hingga variasi kari, rebusan dan panggangan. Banyak dari makanan yang disajikannya adalah makanan yang saya kenal.

Daniel, Koki Rainbow Warrior berkebangsaan Meksiko

Daniel, Koki Rainbow Warrior berkebangsaan Meksiko

Brook, Kru Rainbow Warrior berkebangsaan Kanada

 

Brook, Kru Rainbow Warrior berkebangsaan Kanada

Selain masakan lokal yang diramu modern, satu hal yang menarik dari dapur Daniel adalah sumber–sumber makanannya. Di area dekat dapur, ada bahan–bahan pangan yang disimpan. Singkong, keladi (talas) dan beberapa bahan pangan lokal yang mudah ditemukan di kota saya. Bedanya adalah ketika disajikan, bahan–bahan pangan ini berubah bentuk menjadi lebih eksotis. Berbeda secara tampilan dan dengan rasa yang lebih kaya. Tentu saja perihal masakan ini bukan satu–satunya keunikan dapur, karena di dapur dan area makan juga ada 5 sudut pembagian sampah berdasarkan jenis–jenisnya mulai dari organik yang berisi sisa bahan makanan hingga yang bisa didaur ulang.

Sajian masakan dari bahan-bahan yang berkelanjutan di kapal Rainbow Warrior

Sajian masakan dari bahan-bahan yang berkelanjutan di kapal Rainbow Warrior

Melihat pekerjaan kapten, koki, kru kapal serta pesan–pesan lingkungan yang dibawa untuk menjadikan bumi menjadi tempat yang lebih hijau, sudah saatnya kita mengambil peran bersama dalam gerakan–gerakan lingkungan. Sudah saatnya kita mengambil kendali kembali dan bersuara bagi bumi.

Sudah saatnya kita bersuara tentang pentingnya menjaga Bumi sebagai ‘mama’ kita dan bagi orang Papua, saatnya kembali bersuara tentang ‘mama’ kita; hutan, yang terus menerus dirusak. Sudah saatnya kita bahu membahu bersuara untuk “Keping Surga Kecil” agar tercipta harmoni bagi nusantara dan bagi anak–cucu kita kelak.

Ingin ikut berlayar bersama Rainbow Warrior seperti saya? Ikuti terus perjalanan Rainbow Warrior dalam Jelajah Harmoni Nusantara di http://act.gp/2FAoQUZ

Oleh: Rini Irmayasari, volunteer Greenpeace Indonesia dari Manokwari, Papua Barat.