Kabar duka itu datang pada Kamis petang, 18 September 2025. Max Binur—kami biasa menyapanya Kaka Max—berpulang ke Sang Pencipta. Sebagian dari kami tak langsung percaya, juga butuh beberapa waktu memproses berita sungkawa itu.

Kaka Max Binur seorang seniman dan aktivis lingkungan yang teguh membela masyarakat adat di Sorong Raya dan Tanah Papua, hingga akhir hidupnya. Seni dan budaya menjadi medium perlawanannya yang utama.

Forest Defender Camp in Papua. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace
Seniman dan aktivis lingkungan Papua, Max Binur, bermain musik dan membawakan lagu dalam Forest Defender Camp 2023 di Kampung Sira, Distrik Saifi, Sorong Selatan, Papua Barat Daya. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Kaka Max lekat di ingatan kami dalam berbagai peristiwa, dalam persinggungan yang pendek maupun panjang. Sebagai aktivis senior, Kaka Max tak berjarak dengan anak-anak muda. 

Namun ini tentu tak mengherankan. Itulah yang selama lebih dari dua dekade ia kerjakan lewat Belantara Papua. Komunitas ini mendidik anak-anak Papua untuk memahami budaya mereka sendiri, agar mereka lantas dapat melestarikannya. Namun bukan cuma bicara tentang budaya, Belantara juga berfokus ke isu lingkungan, pendidikan, dan perempuan. 

“Lingkungan dan budaya tidak bisa dipisahkan. Kalau lingkungan rusak, budaya ikut rusak, sebab sumber inspirasi kebudayaan berasal dari sana,” begitu Max pernah berujar ketika diwawancarai tim West Papua Updates. “Sedangkan fokus ke isu perempuan karena perempuan adalah dasar dari perkembangan budaya.”

Berkeliling dari kampung ke kampung, Kaka Max memulai gerakan budaya dari Raja Ampat. Ia juga memulai kampanye penyelamatan lingkungan hidup Raja Ampat dari tambang nikel, jauh sebelum viralnya #SaveRajaAmpat pada tahun ini.

Seorang dari kami terakhir berjumpa Kaka Max dalam sebuah pelatihan untuk anak-anak muda baru-baru ini. Kaka Max hadir, kendati masih suasana berduka setelah meninggalnya istri tercinta, Danarti Wulandari. Menurut dia, orang Papua, khususnya Raja Ampat, harus bersatu berjuang menyelamatkan kepulauan tersebut dari tambang. “Jika Raja Ampat rusak, kita kehilangan bukan hanya ekosistem, tapi juga identitas dan masa depan Masyarakat Adat.”

Kenangan lain tentang Kaka Max ialah saat ia menjadi fasilitator utama dalam Forest Defender Camp pada September 2023, dengan peserta sekitar 100 anak muda adat dari Tanah Papua. Momen itu menjadi bukti lain betapa tak berjaraknya Kaka Max dengan anak muda, dan bahwa ia seorang yang merawat. Tidak susah untuk memulai sesuatu, tapi tak mudah untuk merawat dengan tekun. Kaka Max adalah seorang yang melakukan kerja perawatan itu. Barangkali jauh dari hingar-bingar, jauh dari lampu sorot. 

Forest Defender Camp in Papua. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace
Max Binur talks during the opening of the Forest Defender Camp in Sira village, Saifi district, South Sorong Regency, Southern West Papua. Greenpeace Indonesia hold a Forest Defender Camp to help train the Indigenous Peoples’ youth from various communities to protect the Papuan forest in Papua Island. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Begitu banyak jejak perjuangan seorang Max Binur. 

Namanya ada di setiap cerita orang yang berlawan. 

Tong semua kehilangan

Tong semua hati hancur 

Tong semua akan merindukannya 

Tapi Kaka de pernah pesan: “Sudah terlalu banyak air mata di tanah ini, jadi harus kuat.”

Selamat jalan, Kaka Max.