Tahun 2022 terasa menjadi tahun yang panjang dan intens dalam perjalanan kampanye Greenpeace Indonesia. Di penghujung tahun ini, kami berbincang bersama Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, untuk sedikit kilas balik terkait apa saja yang terjadi, dan menjadi sorotan pada kampanye-kampanye Greenpeace Indonesia tahun ini. Akhir tahun selalu menjadi momen terbaik untuk refleksi, melihat ke belakang agar lebih siap dalam menjawab tantangan besar di masa yang akan datang.
Kilas Balik Potret Perjalanan Greenpeace Indonesia Tahun 2022
Apa saja kerja kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia pada tahun ini?
Sebetulnya banyak sekali kerja kampanye yang kita lakukan pada 2022 ini. Kerja-kerja kampanye ini ini juga berkolaborasi dengan banyak lembaga atau organisasi lain. Pada sektor hutan, tahun ini Greenpeace Indonesia melakukan penguatan terhadap masyarakat adat dengan melakukan beberapa kerja kolaborasi bersama LSM lain dan organisasi masyarakat adat, terutama di Tanah Papua. Selain itu, kami juga melakukan kerja-kerja litigasi pada beberapa wilayah hutan di Papua dan Sumatera Selatan. Keduanya masih dalam proses persiapan saat ini.
Pada sektor energi, kami terus konsisten melakukan kampanye untuk mengakhiri peran batubara. Kita punya masalah, RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang seharusnya menjadi solusi untuk transisi energi ternyata membawa masalah baru. Terdapat banyak titipan solusi palsu dalam naskahnya. Termasuk solusi transisi energi dengan memanfaatkan nuklir. Seperti yang kita tahu, alih-alih menjadi solusi, nuklir justru bisa menghadirkan bencana lingkungan yang lebih besar bagi bumi dan masyarakat. Kami juga mengkritisi G20 terkait transisi energi yang harus bersifat cepat dan adil. Hal ini patut menjadi sorotan, jangan sampai yang terjadi adalah transisi bisnis batu bara ke energi terbarukan yang dikuasai oleh oligarki yang sama.
“Ini adalah dekade yang sangat menentukan bagi kita. Isu lingkungan dan iklim harus menjadi electoral issues pada pemilu 2024 nanti. Mengingat isu lingkungan dan iklim akan menentukan hajat hidup setiap makhluk hidup di masa depan”
Selain kampanye isu hutan dan energi, kampanye apa yang telah dilakukan?
Pada sektor perkotaan, kami berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait permasalahan mobilitas di Jakarta. Baru-baru ini, kami mengeluarkan laporan tentang masa depan urban mobility di Jakarta yang menurut saya cukup substantif. Laporan ini bisa menjadi salah satu acuan untuk mengatasi permasalahan mobilitas di Jakarta. Selain itu, masyarakat sipil juga memenangkan gugatan polusi udara pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Namun sampai saat ini tidak ada respon yang positif dari pemerintah pusat.
Pada sektor kelautan, kami terus konsisten berkampanye untuk terwujudnya keadilan bagi Anak Buah Kapal (ABK) migran Indonesia. Hal ini akhirnya membuahkan hasil yaitu terbitnya Peraturan Pemerintah terkait perlindungan hukum bagi ABK migran Indonesia. Kemudian, kami juga terus konsisten menyadarkan publik tentang pelanggaran HAM kepada ABK migran Indonesia melalui kampanye Beyond Seafood, termasuk dengan pemutaran film dokumenter Before You Eat di banyak wilayah Indonesia.
Kemenangan kampanye apa saja yang berhasil dicapai tahun ini?
Tentu kemenangan ini bukan hanya milik kita, tetapi milik semua kelompok atau komunitas masyarakat yang terdampak. Kemudian, kerja-kerja yang menghasilkan kemenangan ini juga bukan hanya dilakukan oleh kita, tetapi ada banyak pihak lain yang membantu dalam prosesnya. Pada tahun ini, bersama koalisi besar, khususnya Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), kita berhasil mendorong pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk perlindungan terhadap ABK migran Indonesia.
Kemudian, keluarnya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 di mana untuk pertama kalinya energi terbarukan punya share lebih besar, juga bisa dikatakan sebagai kemenangan gerakan lingkungan walau masih banyak catatan di dalamnya–khususnya terkait masih adanya penambahan PLTU batu bara. Keluarnya Peraturan Daeran di Papua yang mengakui hutan adat dan pro masyarakat adat, khususnya di Sorong Selatan, juga menjadi kemenangan kita bersama masyarakat adat dan teman-teman koalisi di sana. Dengan capaian ini, masyarakat adat di Sorong Selatan bisa lebih kuat menahan ekspansi perkebunan sawit.
Tantangan apa saja yang perlu diantisipasi di tahun 2023?
Tentu banyak yang harus diantisipasi pada tahun mendatang. Sepertinya akan ada kemungkinan bahwa pengembangan energi terbarukan didominasi oleh oligarki yang sama. Maka dari itu, kita tak boleh lekang dalam pengawasan hal ini. Kemudian, COP Biodiversity di Montreal telah menyepakati bahwa kita harus melindungi 30% daratan dan 30% lautan secara global. Sepertinya pemerintah Indonesia menerima kesepakatan ini dengan setengah hati, sebab itu kita harus tetap kawal dalam implementasinya. Mendorong pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada 2050, lebih cepat dari target saat ini di 2060, juga harus tetap dilakukan. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan menjadikan isu lingkungan dan iklim menjadi electoral issues pada masa pemilu nanti.
– Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia
Diskusi
Lanjutkan... Bumi harus bersih,hijau dan jernih airnya.... Bumi jangan di rusak....
Saya harap pemerintah mau mendengarkan rakyatnya berkeluh-kesah. Apalagi minimnya lapangan kerja. Sampai ada yang nekad ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan mereka. Semakin padat jumlah penduduk, semakin meningkat jumlah pengangguran. Mudahan ke depannya, bisa ditingkatkan lagi lapangan kerja atau ciptakan skill dan pelatihan untuk terjun langsung ke dunia kerja. Dan saya harap para migran memetik pelajaran dan diberi kelancaran semoga apa yang ditimpa oleh korban bisa membaik dan bisa dapat kerja lebih baik lagi. Indonesia katanya kaya, tapi manusianya tidak. Sampai kapan menunggu antrian panjang? Cukup sampai sini saya ucapkan terima kasih.
iya nih sekarang tambah berat. iya nih sekarang tambah berat.