Mengenal COP27 Lebih Dekat
COP merupakan konferensi iklim tahunan dunia yang diselenggarakan di bawah naungan PBB, dimana pemerintah bertemu untuk merundingkan rencana mengatasi perubahan iklim. Tahun ini adalah pertemuan ke-27 sehingga disebut sebagai COP27.
Dihadiri oleh perwakilan negara dari berbagai belahan dunia, isu iklim di COP27 diharapkan mampu memberikan jalan keluar yang signifikan dan bukan hanya solusi palsu. Pada pertemuan tahun ini, diharapkan dapat berfokus pada masalah keuangan, adaptasi serta membahas loss & damage yang tidak ditangani dengan baik di COP26. Tetapi dibalik itu semua, ada momentum global dari negara dan masyarakat yang menjadi rentan oleh dampak iklim.
Selain itu, pada COP27 ini diharapkan semua negara mampu menepati janji mereka pada Paris Agreement di 2015 silam untuk dapat menjaga suhu bumi agar tidak naik lebih dari 1,5°C untuk menghindari dampak iklim yang berbahaya dan meningkat. Setiap negara yang menandatangani Paris Agreement memiliki komitmennya masing-masing dan disebut dengan National Determined Contribution (NDC).
Indonesia dan Komitmen Pengurangan Emisi Nasional
Indonesia sendiri melalui memiliki target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca yang semula 29% kini menjadi 31.89% (dengan usaha sendiri) dan yang semula 41% menjadi 43,2% (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030. Peningkatan target tersebut dinilai baik namun sayangnya usaha Indonesia hingga saat ini belum mampu menunjukkan ketercapaian target pada tahun yang sudah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh sumber energi dari batubara masih menjadi primadona di Indonesia. Beberapa kebijakan pun masih mengakomodir solusi palsu sehingga bukannya mengurangi namun memperparah dampak dari krisis iklim di Indonesia.
Masih diizinkannya penggunaan batubara minimal 30% di tahun 2025 dan 25% di tahun 2050 juga bertentangan dengan rekomendasi IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) untuk mencapai target 1,5 derajat Celcius, yang mengharuskan adanya pengurangan batubara dalam sektor kelistrikan sebesar 80% dari level 2010 pada tahun 2030, dan melakukan phase out batubara pada tahun 2040. Selain itu masih banyak solusi palsu yang dianggap sebuah jalan keluar tapi malah menjadi penyebab krisis iklim lainnya.
Selain itu enhanced NDC juga masih mencantumkan solusi palsu seperti penggunaan B-40 sebesar 100% pada 2030 yang tidak akan mengurangi emisi karbon secara signifikan dari sektor energi. B-40 sendiri berkaitan dengan Kebijakan Biodiesel yang merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil (solar) yang selama ini diimpor dari negara lain. Oleh karena itu, pemerintah menginstruksikan untuk menggunakan bahan bakar nabati (BBN) sebagai campuran dalam solar untuk mengurangi konsumsi energi fosil. Rencana pengembangan biodiesel ini sayangnya membawa risiko ekonomi dan lingkungan bagi Indonesia. Implementasi B-40 akan semakin mempercepat ekstensifikasi lahan sawit yang berpotensi membutuhkan perluasan lahan baru dan mengancam luasan hutan tersisa.
Dorongan Greenpeace untuk COP27
COP27 tiba pada saat yang krusial. KTT iklim tahun lalu di Glasgow (COP26) memperlihatkan pemberontakan yang kuat dari negara-negara yang terkena dampak, aktivis dan masyarakat sipil yang mendorong keadilan untuk menjadi inti dari aksi iklim di seluruh dunia.
Tetapi kegagalan para pemimpin dunia hingga saat ini untuk secara memadai menurunkan emisi gas rumah kaca global dan memberi lebih banyak tekanan pada COP27 mendatang untuk akhirnya memenuhi tindakan yang diperlukan.
Dengan meningkatkan dampak iklim dan ketimpangan, COP27 juga perlu mewujudkan keadilan iklim. Membuat pencemar membayar kerugian yang mereka timbulkan bukan hanya masalah keadilan, tetapi juga untuk membangun kembali kepercayaan dalam proses di mana semua pemerintah harus bekerja sama dan menemukan landasan bersama untuk mengatasi darurat iklim, sebagai salah satu ancaman eksistensial terbesar yang dihadapi umat manusia hari ini.
Pada COP27, Greenpeace mengharapkan para pengambil keputusan untuk:
- Mendukung negara dan komunitas yang rentan untuk pulih dari bencana iklim di masa lalu, saat ini, dan masa depan – dengan cara membuat para pencemar membayar seluruh kerugian yang ditimbulkan.
- Negara-negara maju perlu mendukung negara-negara berpenghasilan rendah untuk beradaptasi dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim.
- Pemerintah perlu mewujudkan batas maksimum kenaikan suhu bumi pada 1,5°C untuk menghindari dampak iklim yang berbahaya dan meningkat.
- Menyadari bahwa melindungi alam berjalan seiringan dengan memerangi perubahan iklim.