Korporasi di balik wabah pencemaran plastik. Sebuah kajian Greenpeace tentang kebijakan, praktik dan ambisi bisnis dari Produsen-produsen Ternama di bidang Barang Kebutuhan Sehari-hari (Fast Moving Consumer Goods).

Break Free from Plastic Action in Bali (Drone). © Mokhammad Ikhsan Fariz

Pemandangan sungai, lautan, dan lingkungan warga yang dipenuhi sampah plastik , telah menjadi pemandangan yang terlalu umum. Logo dan merek-merek konsumen besar jelas terlihat dalam banjir bandang plastik sekali pakai ini menunjukkan jelas dimana letak tanggung jawab mereka. Merek-merek kemasan sekali pakai ini mempromosikan dan mengabadikan gaya hidup modern kita yang mendorong produksi massal dan konsumsi berlebihan. Sekarang kita menghadapi bukti bahwa “kenyamanan” membawa beban biaya yang tidak dapat diterima; yaitu kesehatan ekosistem dan makhluk hidup yang bergantung padanya.

Setiap menit setiap hari, setara dengan satu truk penuh plastik dibuang ke laut[i], dengan kemasan plastik menjadi salah satu kontributor tertinggi aliran limbah plastik global.[ii] Masing-masing kemasan ini, yang dirancang agar terlihat menonjol dibanding pesaingnya dan merebut kesetiaan konsumen, dirancang untuk digunakan sekali dan dibuang tanpa dipikirkan konsekuensinya. Saat ini, ketika perusahaan-perusahaan ini ingin berekspansi di pasar baru, mereka menjual kemasan satuan yang lebih kecil, porsi tunggal dalam sachet plastik yang bahkan tidak mungkin untuk didaur ulang.

Akuntabilitas – langkah pertama menuju solusi

Merek-merek yang mendorong pertumbuhan Plastik Sekali Pakai, perusahaan barang kebutuhan sehari-hari (fast-moving consumer goods atau FMCG) terbesar di dunia, tidak dimintai tanggung jawabnya atas berkembangnya krisis terkait dengan produksi, konsumsi, pembuangan dan seringkali polusi yang disebabkan oleh plastik sekali pakai. Perusahaan-perusahaan ini bertanggung jawab atas sejumlah besar kemasan sekali pakai yang menopang gaya hidup “sekali pakai” kita[iii] yang modern dan penyebab sebagian besar polusi plastik yang telah menyebabkan krisis ini, namun bahkan informasi dasar tentang operasi perusahaan-perusahaan ini, proyeksi produksi dan jejak plastik yang sebenarnya tidak tersedia.

Untuk laporan ini, Greenpeace AS membuat survei komprehensif ke sebelas perusahaan FMCG terbesar.[iv] Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun ada komitmen untuk mengurangi sampah plastik dengan meningkatkan daur ulang, tidak ada rencana untuk benar-benar mengatasi masalah plastik mereka, yang dapat memperlambat produksi dan pemasaran plastik sekali pakai yang sedang tumbuh pesat.

Temuan-temuan kunci

Temuan paling penting adalah tidak adanya perusahaan yang mengumumkan rencana atau komitmen khusus untuk mengurangi jumlah total plastik sekali pakai yang mereka hasilkan. Terdapat juga kurangnya transparansi sehingga mengurangi nilai kredibilitas komitmen apa pun yang dibuat. Hal ini diperparah dengan dibuatnya klaim menyesatkan dari sebagian perusahaan ini bahwa kemasan mereka “dapat digunakan kembali (re-usable)” dan bukan “kemasan sekali pakai (single-use)” bila isinya lebih dari satu porsi (multi-serving).

  • Tidak ada komitmen untuk mulai menghentikan penggunaan kemasan plastik sekali pakai  
    • Dari perusahaan yang disurvei, tidak ada yang memiliki komitmen untuk mulai menghentikan penggunaan plastik sekali pakai, atau memiliki target yang jelas untuk mengurangi jumlah plastik sekali pakai yang mereka hasilkan.
    • Setiap komitmen yang dibuat perusahaan memungkinkan terus bertumbuhnya penggunaan kemasan plastik sekali pakai.
    • Semua perusahaan terjebak pada pola pikir kemasan sekali pakai; solusi yang dieksplorasi terutama potensi didaur ulang (recyclability) atau pendaurulangan (recycling), yang tidak cukup untuk mengatasi krisis pencemaran plastik itu sendiri.
  • Meningkatnya jumlah kemasan plastik sekali pakai  

Sebagian besar perusahaan FMCG meningkatkan jumlah penggunaan plastik sekali pakai: semua kecuali satu perusahaan melaporkan peningkatan atau kondisi stabil penggunaan plastik sekali pakai.

  • Perusahaan tidak atau tidak dapat mengungkapkan jejak plastik mereka
    • Tidak ada perusahaan yang memberikan rincian lengkap tentang jejak plastik mereka, meskipun banyak yang mengatakan mereka berencana melakukannya di masa mendatang.
    • Tidak satu pun dari perusahaan yang disurvei mengetahui ke mana kemasan mereka berakhir, yang berarti mereka tidak tahu bahwa mereka terus menyumbang potensi eko-dumping melalui perdagangan limbah global.

Dampak plastik dalam ekosistem kita

Kita tidak tahu persis berapa lama plastik yang berbasis minyak akan terdegradasi, tetapi sekali berada di tanah, sungai, atau lautan, akan tidak mungkin untuk dibersihkan.

  • Apa yang kita lihat terdampar di pantai atau mengambang di permukaan hanyalah puncak gunung es. Lebih dari dua pertiga dari plastik di lautan berakhir di dasar laut menciptakan hamparan sampah yang makin luas di bawah permukaan,[v] dan jumlah plastik yang memasuki lingkungan laut semakin meningkat.[vi]
  • Potongan yang lebih besar akan pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan potongan kecil yang dikenal sebagai mikroplastik, yang tidak terlihat oleh mata telanjang.
  • Plastik telah ditemukan dari es laut Arktik sampai ke laut Antartika, sampai ke palung laut terdalam dari dasar laut.
  • Sampah plastik juga bermasalah di darat, mengisi tempat pembuangan sampah dan menyumbat saluran air, meningkatkan risiko banjir atau mencemari tanah dan udara melalui pembakaran terbuka atau insinerasi.
  • Sebagian plastik juga mengandung dan mengeluarkan bahan kimia berbahaya dan mikroplastik dapat menarik dan mengonsentrasi bahan kimia ini dari lingkungan sekitarnya, sehingga menimbulkan risiko lebih lanjut terhadap satwa dan manusia.[vii]

Produksi kemasan plastik berlebih mendorong batas kemampuan Bumi untuk menyerap gas rumah kaca dan mencemari ekosistem dengan bahan kimia berbahaya dan limbah.

Mitos daur ulang

Kehebohan akan harus dilakukannya sesuatu untuk mengatasi masalah memalukan ini semakin meningkat. Pemerintah dan bisnis semua menambahkan suara mereka dalam “perang baru terhadap budaya membuang sampah”.[viii] Namun sejauh ini, ini adalah perang tanpa strategi yang berarti. Ekonomi dengan infrastruktur limbah dan daur ulang yang lebih baik, mengumpulkan sampah kemasan dengan jumlah yang semakin banyak untuk didaur ulang. Tetapi apa yang sebenarnya terjadi pada semua kemasan yang dibuang ini?

  • Hanya 9% plastik didaur ulang secara global; di negara-negara maju, tingkat daur ulang untuk plastik yang dikumpulkan oleh rumah tangga seringkali jauh kurang dari 50%, dengan jumlah minimal yang didaur ulang kembali ke dalam kemasan.[ix]
  • Sebagian besar limbah kemasan ‘daur ulang’, didaur ulang kembali menjadi produk bernilai lebih rendah/tidak dapat didaur ulang kembali.
  • Banyak kemasan bahkan tidak dirancang untuk mudah didaur ulang, seperti sachet sekali pakai yang merupakan tren yang sedang berkembang.
  • Keterbatasan untuk mendaur ulang[x], kurangnya infrastruktur dan kurangnya keterlacakan berarti bahwa sejumlah besar kemasan plastik akan terus menjadi limbah sampai masa mendatang.

Masalah yang diekspor

Yang lebih buruk lagi, sebagian besar kemasan yang dikumpulkan untuk “daur ulang” di belahan Bumi Utara diekspor ke belahan Bumi Selatan.

  • Diperkirakan Tiongkok mengimpor hampir 8 juta ton sampah plastik setahun sebelum melarang perdagangannya pada 2018.
  • Tujuan berikutnya dari limbah plastik dalam jumlah besar ini kemungkinan adalah Asia Tenggara, di mana terdapat kurangnya infrastruktur untuk menangani limbah plastik domestik dalam jumlah yang lebih besar berarti bahwa negara-negara ini sudah menjadi penghasil sebagian besar (hampir 60 %) dari plastik yang memasuki lautan.[xi]
  • Volume sampah plastik di darat dan di sungai juga berdampak besar pada masyarakat di negara-negara ini, berkontribusi terhadap hilangnya mata pencaharian seperti memancing atau pariwisata, memperburuk polusi air dan meningkatkan kemungkinan dan parahnya banjir, serta lebih lama surut.

Perdagangan global limbah ‘daur ulang’ berarti tidak ada cara untuk mengetahui apakah bahan yang dapat didaur ulang  benar-benar kemudian berakhir didaur ulang, didaur ulang kembali namun ke kualitas yang lebih rendah (downcycle), dibuang, atau bocor ke lingkungan. Sementara itu, perusahaan FMCG mempercepat penggunaan plastik sekali pakai dengan membuka pasar baru di belahan bumi selatan, mendorong produk yang dikemas dalam plastik sekali pakai dan plastik satuan, untuk memberikan rasa mewah pada konsumen yang tidak mampu membelinya.

Promosi produk bermerek, termasuk makanan, minuman, kosmetik dan pembersih, dalam kemasan sekali pakai, mendorong produksi massal, konsumsi berlebih dan secara signifikan berkontribusi terhadap krisis pencemaran plastik. Sementara itu, kebiasaan konsumsi berlebih meningkatkan kegelisahan dalam kehidupan modern dan menempatkan beban rasa bersalah karena menghancurkan planet ini ke individu-individu, sementara merusak kebahagiaan sebenarnya dan mencegah kehidupan yang lebih imajinatif dan memuaskan.

Berbagai solusi yang diusulkan oleh perusahaan dan pemerintah harus semua diungkapkan kesalahannya. Sekarang adalah waktunya untuk memastikan bahwa perusahaan barang konsumen berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan mereka pada plastik sekali pakai dan transisi ke model bisnis baru berdasarkan transparansi, dan solusi nyata yang merupakan bagian dari model dan kebijakan pengiriman produk yang lebih berkelanjutan yang mencegah limbah dan polusi.

Pesan untuk merek barang kebutuhan sehari-hari: pelanggan Anda sedang menunggu!

Sekarang waktunya untuk menghadapi kenyataan. Meskipun upaya kolektif dan individual untuk mengumpulkan dan mendaur ulang kemasan plastik penting dan patut dihargai, hal ini bukan solusinya. Kita perlu mengerem produksi plastik sekali pakai, mulai saat ini juga. Sebagai penyumbang utama krisis pencemaran plastik, industri barang kebutuhan sehari-hari harus bertanggung jawab atas masalah ini dan mengevaluasi kembali ketergantungannya pada plastik sekali pakai. Perusahaan kini harus melampaui janji untuk meningkatkan daur ulang dan berkomitmen untuk mengurangi secara besar-besaran dan mengakhiri penggunaan kemasan plastik sekali pakai, dari tahun ke tahun.

Ini berarti mengakhiri model bisnis yang bergantung pada produk sekali pakai dan kemasan sekali pakai, dan awal dari paradigma baru yang akan memungkinkan penciptaan bersama sistem pengiriman alternatif, terutama yang telah mempercayai penggunaan kembali (re-use) dan pengisian ulang (re-fill).

Greenpeace menyerukan kepada perusahaan, pemerintah, dan masyarakat untuk mendukung transisi menuju masa depan yang bebas plastik dengan mengambil tindakan segera untuk memfasilitasi transformasi skala penuh dari sistem pengemasan sekali pakai saat ini.

Rekomendasi utama

Greenpeace menyerukan sektor Barang Kebutuhan Sehar-hari dan perusahaan lain untuk memprioritaskan empat tindakan berikut:

  • Transparan– mempublikasikan informasi komprehensif tentang Jejak Plastik dan plastik yang mereka gunakan;
  • Berkomitmen terhadap pengurangan (reduksi) – tetapkan target tahunan untuk terus mengurangi jejak plastik sekali pakai menuju penghentian sepenuhnya secara bertahap
  • Segera hapus plastik yang bermasalah dan tidak perlu – mulai upaya pengurangan dengan menghilangkan plastik sekali pakai yang paling bermasalah dan tidak perlu pada akhir 2019;

Berinvestasi dalam sistem penggunaan kembali (re-use) dan pengiriman alternatif – membuat investasi yang signifikan dalam menciptakan wadah yang dapat diisi ulang, dapat digunakan kembali, dan inovasi sistem pengiriman baru yang meminimalkan kebutuhan kemasan sekali pakai.

Unduh Laporan:

https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2018/10/547236b6-sebuah-krisis-kenyamanan-web.pdf


[i] European Parliamentary Research Service Blog (2013) Recycling rate and total amount of plastic packaging per inhabitant (Tingkat daur ulang dan total jumlah kemasan plastik per penduduk), EU27, 2011. Tersedia di: http://epthinktank.eu/2013/11/07/plastic-waste/recycling-rate-and-total-amount-of-plastic- packaging-per-inhabitant/

[ii] American Chemistry Council and Trucost (2016) Plastics and sustainability: a valuation of environmental benefits, costs and opportunities (Plastik dan keberlanjutan: valuasi keuntungan, biaya dan kesempatan lingkungan). Tersedia di: https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/7cf307c9-7cf307c9-plastics-and-sustainability.pdf

[iii] Gabungan 50 perusahaan barang konsumen gerak cepat memiliki total pendapatan sejumlah $1,09 trilyun; Consultancy.uk, 2018, 50 perusahaan FMCG/barang konsumen terbesar di dunia. 24 September 2018

https://www.consultancy.uk/news/18765/the-50-largest-fmcg-consumer-goods-companies-in-the-world

[iv] Kesebelas perusahaan yang dipilih adalah perusahaan global bermerk yang dikenal konsumen, menguasai pangsa pasar di seluruh bagian dunia. Kami memilih kombinasi perusahaan sehingga mencakup perusahaan konsumen dalam sektor minuman, makanan, produk rumah tangga, kosmetik dan kesehatan.

[v] United Nations Environmental Programme (UNEP), 2014, Valuing Plastics: The Business Case for Measuring, Managing and Disclosing Plastic Use in the Consumer Goods Industry. (Menilai Pastik: Kasus Bisnis untuk Mengukur, Mengelola dan Membuka Penggunaan Pastik dalam Industri Barang Konsumen.)

ISBN 9789280734003

[vi] McKinsey & Company and Ocean Conservancy (2015),  Stemming the Tide: Land-based strategies for a plastic-free ocean (Mengalihkan Pasang: Strategi daratan bagi lautan yang bebas plastik), September 2015;   https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/152bf3f1-152bf3f1-full-report-stemming-the.pdf  diakses 11 October 2018

[vii] Bakir A, Rowland SJ, Thompson RC, (2014),  Enhanced desorption of persistent organic pollutants from microplastics under simulated physiological conditions (Menguatnya perembesan polutan organik persisten dari mikroplastik dalam kondisi fisiologi terstimulasi), Environmental Pollution

Volume 185, February 2014, Pages 16-23; https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0269749113005277

[viii] Financial Times (2018), Theresa May targets plastics in war on ‘throwaway’ culture (Theresa May menargetkan plastik dalam memerangi budaya membuang), January 2018; https://www.ft.com/content/31125996-f62e-11e7-88f7-5465a6ce1a00

[ix] Geyer R, Jambeck JR, Law KL, 2017, Production, use, and fate of all plastics ever made (Produksi, penggunaan dan nasib semua plastik yang pernah diproduksi),Science Advances  19 July 2017, Vol. 3, no. 7, e1700782;http://advances.sciencemag.org/content/3/7/e1700782.full

Kurang dari 6% dari botol PET yang dibuang, plastik yang paling dapat didaur ulang, didaur ulang kembali menjadi kemasan di AS.

National Association for PET Container Resources (Napcor), 2017, Report on postconsumer PET container recycling activity in 2016 (Laporan kegiatan pendaurulangan kemasan PET pasca-konsumsi pada tahun 2016); https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/fb16d6d4-fb16d6d4-napcor-apr_2016ratereport_final.pdf.

[x]  Tingkat maksimum yang dimungkinkan untuk daur ulang kemasan plastik saat ini dilaporkan sekitar antara 36 % dan 53%: di atas batas ini plastik yang didaur ulang akan berkualitas sangat rendah atau tidak efektif biaya.

Denkstatt (2015), Potensi kemasan plastik berkontribusi pada ekonomi yang melingkar dan efisien bahan baku.  Presentasi pada Konferensi Internasional mengenai daur ulang dan penggunaan kembali plastik, Identiplast, Roma, 29 April 2015). https://denkstatt.eu/publications/  Tingkat daur ulang 36 % dan 53% belum seluruhnya dilaksanakan.

[xi]  McKinsey & Company and Ocean Conservancy 2015, op.cit.