Jakarta, 18 Agustus 2018 – Hari Orang utan Sedunia yang jatuh pada 19 Agustus ini ditandai dengan kondisi kritis orang utan Kalimantan yang menurut para ahli jumlahnya menurun dengan cepat. Berkebalikan dengan pemerintah Indonesia yang mengklaim populasi orang utan telah meningkat lebih dari 10% pada kurun tahun 2015-2017. [1]

Dalam laporan terbaru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ‘Keadaan Hutan Indonesia 2018’, menyebutkan jumlah orang utan telah meningkat. Ini bertentangan dengan temuan tim ilmuwan beranggotakan 41 peneliti dipimpin oleh Maria Voigt, yang mempublikasikan penelitian / tinjauan sejawat mereka pada bulan Maret.

“Berdasarkan pada ciri-ciri riwayat berkembang biak orang utan, tingkat pertumbuhan cepat yang diklaim pemerintah tersebut tidak mungkin terjadi bahkan di kebun binatang sekalipun. Dari kompilasi data komprehensif observasi yang ada, kami memperkirakan terjadi penurunan 25-30% antara tahun 2005 dan 2015. Jadi tidak mungkin hanya dalam satu tahun ada perubahan menyeluruh dalam situasi ini,” kata peneliti Maria Voigt dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Jerman.

Tim menemukan separuh dari total jumlah orang utan di Kalimantan terkena dampak aktivitas ekstraksi sumber daya alam, dan jumlah mereka menurun lebih dari 100.000 ekor selama enam belas tahun terakhir sejak tahun 1999. [2]

“Jika perburuan dan penghilangan areal hutan dapat dihentikan di masa depan, kondisi tersebut bisa berbalik, tetapi sepengetahuan kami ini belum terjadi. Belum jelas bagaimana penulis laporan ini bisa mencapai kesimpulan soal meningkatnya jumlah orang utan,” kata Prof. Serge Wich dari Universitas Amsterdam, salah satu penulis penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology.

Investigasi Greenpeace Internasional baru-baru ini mengungkapkan operasi penebangan liar di lanskap gambut Sungai Putri, Kalimantan Barat – yang merupakan habitat asli orang utan. [3] Pada tahun 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menginstruksikan PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (PT. MPK), pemegang konsesi di lanskap Sungai Putri, untuk menghentikan operasinya dan menimbun saluran drainase yang pernah digali di dalam lanskap gambut tersebut. Kemudian pada Maret 2018, Greenpeace Indonesia merilis foto-foto yang mengungkap keberadaan sejumlah ekskavator milik PT. MPK masih berada di lokasi, serta perusahaan ini juga gagal mematuhi instruksi KLHK.

“Pemerintah telah berjanji untuk melindungi hutan gambut Indonesia yang tersisa dan Orang utan yang bergantung pada mereka. Kita tidak boleh membiarkan kerusakan semacam ini terus berlanjut, sementara pada saat yang sama mengecilkan bahaya terhadap satwa liar dengan merilis laporan yang bertentangan dengan bukti ilmiah. Pemerintah harus memastikan dan memprioritaskan perlindungan penuh dan permanen atas keanekaragaman hayati hutan Indonesia,” kata Ratri Kusumohartono, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia.

Menurut angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 24 juta hektar hutan Indonesia hancur antara tahun 1990 dan 2015 – ukurannya hampir dua kali lipat pulau Jawa. [4]

Ketiga jenis orang utan, Kalimantan, Sumatra, dan spesies Tapanuli yang baru ditemukan, [5] memenuhi syarat sebagai Spesies Sangat Terancam Punah (Critically Endangered Species) menurut Daftar Merah IUCN.

Greenpeace juga merilis pada pekan ini sebuah animasi berdurasi 90 detik dengan pengisi suara Julie Estelle, video kartun yang menyoroti bagaimana orangutan sedang berada di ambang kepunahan karena pengrusakan hutan untuk industri minyak sawit.
***
Foto tersedia di sini
Video animasi cerita Rang-tan, seekor orangutan, di sini

Catatan:
[1] The State of Indonesia’s Forests 2018 hal.105 menyatakan angka 10%, mengutip laporan dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati dari 2017 – 2018, berdasarkan sampling orangutan kurang dari sepuluh lokasi dan menunjukkan perkiraan yang berfluktuasi secara meluas. Lihat ‘Laporan Kinerja Ditjen KSDAE 2017’ hal.129
[2] Global Demand for Natural Resources Eliminated More Than 100,000 Bornean Orangutans https://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822(18)30086-1
[3] Siaran Pers Greenpeace Indonesia: Lebih Dari 1000 Orangutan Kembali Terancam Oleh Pengrusakan Hutan https://bit.ly/2N0Aacc
[4] Diambil dari FREL Annex 5.1 di Indonesia, hal 90-91 United Nations: Framework convention on climate change ditambah laporan tahunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang deforestasi
[5] Sumatran Orangutan Society: How the Batang Toru megadam threatens a new orangutan species with extinction

Kontak Media:
Ratri Kusumohartono Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Tel 62-811-800-3717, email [email protected]
Rully Yuliardi Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, Tel 62- 811-8334-409, email [email protected]