Pada panggung debat cawapres yang menghangat kemarin, terdapat  sejumlah isu lingkungan krusial yang tampaknya terabaikan dan diberikan porsi diskusi yang minim. Pertukaran gagasan antara para calon wakil presiden, tampaknya melupakan beberapa elemen penting terkait keberlanjutan dan keberagaman ekosistem tanah air tidak mendapat penekanan yang memadai.

Ketidakseimbangan porsi diskusi ini mengundang pertanyaan mendalam tentang sejauh mana komitmen para calon pemimpin terhadap agenda lingkungan yang lebih holistik. Dalam era di mana tantangan ekologis semakin kompleks, terbukti bahwa pembahasan mengenai permasalahan mendesak ini harus menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda politik. Perlu kejelasan dan ketegasan calon wakil presiden dalam menghadapi tantangan lingkungan yang harus mereka hadapi. Berikut isu-isu yang luput dari pembahasan debat cawapres kemarin:

  1. Gajah di pelupuk mata bernama batu bara
View of Suralaya coal power plant in Cilegon city, Banten Province, Indonesia.

Penting untuk mencatat bahwa batu bara merupakan sumber energi yang masih dominan di Indonesia dan memiliki dampak besar pada lingkungan dan krisis iklim. Keputusan terkait keberlanjutan penggunaan batu bara memiliki implikasi jangka panjang terhadap ekosistem, kesehatan manusia, dan ketahanan energi nasional. Meskipun menjadi topik global yang sering muncul dalam pembahasan tentang krisis iklim, namun isu ini tampaknya tidak mendapatkan perhatian yang memadai dalam sesi debat cawapres.

Hilangnya pembahasan mengenai batu bara membuka ruang tanya besar tentang pandangan dan komitmen calon wakil presiden terkait transisi energi. Bagaimana mereka merencanakan untuk terlepas dari ketergantungan pada batu bara? Apakah ada rencana konkret untuk meningkatkan porsi energi terbarukan atau pensiun dini PLTU? Pertanyaan-pertanyaan ini tetap menggantung, menyoroti pentingnya menjadikan isu batu bara sebagai fokus utama dalam diskusi keberlanjutan nasional.

  1. Perlindungan bagi aktivis lingkungan dan masyarakat adat
Students and Greenpeace activists together with Gregorius Yame from the Papuan Indigenous People of the Awyu Tribe (left) stand in solidarity as they attend the hearing on the case of revocation of forest area permits at the Administration Court (PTUN), Jakarta. Hendrikus Frangky Woro and Gregorius Yame became witnesses for the defendant in relation to a lawsuit filed by two oil palm plantation companies in the Boven Digoel area, PT. Kartika Cipta Pratama (KCP) and PT. Megakarya Jaya Raya (MJR) against the Ministry of Environment and Forestry (KLHK) for the Revocation of Forest Area Permits.

Dalam gemuruh debat cawapres yang meriah kemarin, suara perlindungan bagi aktivis lingkungan dan masyarakat adat tidak cukup terdengar. Padahal, para pembela lingkungan dan masyarakat adat seringkali menghadapi ancaman kriminalisasi, intimidasi dan kekerasan dalam perjuangan mereka. Meski ketiga cawapres berjanji melindungi masyarakat adat dan wilayah adat, namun tampaknya perdebatan itu kurang memadai dalam membahas langkah-langkah konkret untuk melindungi hak dan keberlanjutan perjuangan mereka.

Saat kriminalisasi aktivis lingkungan terus terjadi,  hanya satu cawapres yang secara spesifik menyebut persoalan ini. Sedang banyak pasal yang berpotensi menjerat mereka yang bersuara kritis (UU ITE, UU Minerba, KUHP) perlindungan terhadap aktivis lingkungan (dan masyarakat adat) adalah suatu keharusan yang mendesak. Pemilihan pemimpin yang memahami betapa pentingnya perlindungan ini bukan hanya bagi mereka yang terlibat langsung, tetapi juga untuk keseluruhan ekosistem sosial dan lingkungan hidup.

  1. Polusi udara dan isu sampah plastik sekedar gimmick
Smog from air pollution appears in the sky above a business district in Jakarta.The air quality is getting worse recently due to the high pollution from traffic and the coal power plant that surrounds Jakarta.

Persoalan yang sangat penting ini muncul lewat gimmick, padahal sampah dan polusi adalah dua aspek yang tidak hanya mempengaruhi lingkungan kita, tetapi juga kesehatan manusia secara langsung. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi, masalah penanganan sampah dan polusi semakin menjadi perhatian utama. Namun, pada debat kemarin, isu ini sepertinya hanya dianggap sebagai elemen latar belakang. 

Selain menjadi gimmick, praktis persoalan sampah plastik hanya muncul kembali dalam konteks daur ulang, tanpa memberikan gambaran konkret bagaimana para calon wakil presiden berencana mengatasi permasalahan ini. Daur ulang memang penting, tapi kebijakan berbasis pengurangan dan pengendalian lebih penting.Di sisi lain, penanganan polusi hanya tersebut dalam transportasi publik, sementara sumber polutan utama bukan hanya sektor transportasi, melainkan ada yang bersumber dari PLTU dan aktivitas industri. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan menyeluruh mengenai kebijakan-kebijakan konkrit yang akan diambil untuk meningkatkan kebijakan sampah hulu-hilir sambil  mendorong daur ulang, dan bagaimana mengurangi signifikan energi kotor sumber polusi.

  1. Nasib masyarakat pesisir dan pulau kecil
Greenpeace activists from Indonesia, Thailand and Philippines join in the Global Day Action against Deep See Mining, in Tanjung Lesung, Indonesia. The action which was held simultaneously in 59 countries urged the global leaders to take action and cancel all marine mining plans. Deep sea mining is an extractive industry that has the potential to damage the ecosystem and destroy biodiversity in the sea.

Pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir memiliki karakteristik unik yang memerlukan perhatian khusus, terutama dalam menghadapi dampak krisis iklim yang semakin nyata. Tingginya tingkat kerentanan terhadap kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrem, dan abrasi pantai menjadikan masyarakat di pulau kecil dan pesisir rentan terhadap bencana alam dan ketidakpastian lingkungan. 

Hanya tersebut satu kali, itupun dalam konteks yang berbeda. Kurangnya penekanan pada nasib masyarakat di kawasan ini meninggalkan celah besar dalam pemahaman terhadap kompleksitas tantangan yang mereka hadapi. Beberapa di antara mereka bergantung pada mata pencaharian sektor kelautan dan pertanian, dan ketidakstabilan lingkungan dapat merusak sumber daya ini secara signifikan.Pentingnya membahas nasib masyarakat di pulau kecil dan pesisir mereka dalam posisi yang lemah terancam eksploitasi SDA dan kenaikan muka air laut. Bahkan, pesisir dan pulau-pulau kecil terancam dengan industri ekstraktif seperti tambang, perkebunan sawit, dan juga proyek-proyek reklamasi. 

  1. Laut yang tak banyak disebut
A carcass of Iirrawaddy dolphin is examined by the officers after dying during the oil spill in Balikpapan bay, East Kalimantan. An oil spill off Borneo island that led to five deaths and the declaration of a state of emergency, was caused by a burst undersea pipe belonging to Indonesia’s state oil company Pertamina.

Laut, sebagai jantung kehidupan di planet ini, menanggung beban krisis iklim, polusi, dan berbagai tantangan lainnya. Meskipun demikian, sepertinya para calon wakil presiden kurang memberikan porsi yang memadai untuk membahas isu laut yang sangat relevan ini. Terlebih lagi sebagai negara maritim, laut yang tak banyak disebut ini melahirkan ironi besar. 

Beberapa isu yang mungkin terabaikan mencakup keberlanjutan perikanan, peningkatan suhu laut yang merugikan ekosistem terumbu karang, serta dampak krisis iklim yang mempengaruhi masyarakat pesisir. Laut, yang mencakup lebih dari 70% permukaan bumi, menawarkan kehidupan kepada jutaan spesies dan berperan sebagai penyedia makanan bagi masyarakat di seluruh dunia.

Dengan ancaman pemanasan global yang semakin nyata, keberlanjutan sumber daya laut, dan perlindungan ekosistem laut, menjadi imperatif bagi calon pemimpin untuk melindungi laut dari ancaman pencemaran dan eksploitasi sumber daya laut secara besar-besaran, serta mengembangkan strategi konkret guna melibatkan masyarakat dan mengelola kelangsungan hidup lautan.

Berhati-hatilah dalam memilih

Dalam perjalanan kita di planet ini, sebagai individu, atau pun  masyarakat kita sangat bergantung pada lingkungan yang sehat untuk kelangsungan hidup. Lingkungan bukanlah sekadar latar belakang kehidupan kita; ia adalah pondasi yang menghidupkan setiap aspek eksistensi kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menggali lebih dalam dan memahami betapa krusialnya isu lingkungan ini.

Pemimpin memiliki dampak besar pada arah kebijakan lingkungan. Oleh karena itu, dalam proses pemilihan yang sedang berlangsung, mari kita jadikan isu lingkungan sebagai tolok ukur kualitas kepemimpinan. Pilihlah pemimpin yang memiliki visi jelas, komitmen kuat, latar belakang yang teruji dan pemahaman mendalam mengenai tantangan dan solusi lingkungan. Pilihlah dengan bijak, karena keputusan ini tidak hanya akan membentuk masa depan kita, tetapi juga menentukan kelangsungan hidup bumi ini.

Jangan sampai salah pilih, karena #SalahPilihSusahPulih

Sherina Redjo adalah Content Writer di Greenpeace Indonesia