Meski udara Jakarta Minggu (27/7/2025) siang itu terasa panas, lebih dari 300 orang tetap antusias datang ke Taman Langsat, Jakarta Selatan. Seperti anak muda pada umumnya, mereka datang sambil membawa tumbler di tangan. 

“Kami penasaran ingin ikut Piknik Bebas Plastik yang kami dapat infonya dari Instagram,” kata Kimberly Chaliska, salah satu peserta yang datang hari itu bersama teman-temannya jauh-jauh dari Bandung.

Peserta mengikuti Piknik Bebas Plastik 2025 di Taman Langsat, Jakarta, Minggu (27/7). Kegiatan ini bertujuan untuk mengkampanyekan upaya mengakhiri polusi plastik melalui upaya pengurangan produksi plastik sekali pakai, mendorong solusi guna ulang dan memperbaiki tata kelola pengelolaan sampah dengan pendekatan hierarki pengelolaan sampah.
Dhemas Reviyanto / Greenpeace

Ia mengaku, setiap hari rutin membawa tumbler kemanapun ia pergi agar tidak perlu membeli air minum dalam kemasan (AMDK). Meski begitu, Kim merasa apa yang ia lakukan belum cukup. 

“Masalah sampah plastik sudah sangat mengkhawatirkan. Jadi, kami datang ke sini untuk belajar apa yang bisa kami lakukan untuk mengurangi sampah plastik di sekitar kami,” katanya. 

Sama seperti tahun sebelumnya, peserta yang mengikuti Piknik Bebas Plastik–sebuah perhelatan rutin yang dilakukan sejak 2019–didorong untuk menggunakan sistem guna ulang dengan membawa botol minum dan alat makan sendiri. Panitia acara ini pun turut meminjamkan alat makan untuk para peserta yang bisa mereka gunakan selama acara dan dikembalikan dalam keadaan bersih.

Peserta mengikuti Piknik Bebas Plastik 2025 di Taman Langsat, Jakarta, Minggu (27/7). Kegiatan ini bertujuan untuk mengkampanyekan upaya mengakhiri polusi plastik melalui upaya pengurangan produksi plastik sekali pakai, mendorong solusi guna ulang dan memperbaiki tata kelola pengelolaan sampah dengan pendekatan hierarki pengelolaan sampah.
Dhemas Reviyanto / Greenpeace

Piknik Bebas Plastik, yang merupakan bagian dari gerakan Pawai Bebas Plastik yang digagas oleh koalisi organisasi lingkungan seperti Divers Clean Action, EcoNusa, DietPlastik Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indorelawan, Pandu Laut Nusantara, Pulau Plastik, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), konsisten mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai serta perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia. 

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan, terdapat total 41,07 juta ton sampah plastik di tahun 2023. Sebanyak 7,86 juta ton atau hampir 20 persen dari total sampah adalah sampah plastik. Sebagian besar sampah itupun hanya berakhir di tempat pembuangan sampah atau ditimbun, sementara sisanya mencemari lingkungan, termasuk lautan.

The Peh landfill on Bali, run by the local government. It takes unprocessed waste from the community including the neighbouring recycling facility, built as part of Project STOP Jembrana in collaboration with the Alliance to End Plastic Waste. © Made Nagi / Greenpeace

Darurat sampah plastik ini tak hanya membahayakan lingkungan, tapi juga kesehatan manusia. Sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik menyebabkan pencemaran mikroplastik di air, tanah, dan udara. 

“Mikroplastik ini pun menyebar ke makan kita seperti ikan, daging, dan garam yang pada akhirnya dikonsumsi manusia dan berdampak ke kesehatan kita,” kata Ibar F. Akbar, Juru Kampanye Bebas Plastik Greenpeace Indonesia. 

Paparan terhadap mikroplastik ini pun mempengaruhi fungsi kognitif manusia, seperti yang diungkapkan dalam riset Greenpeace Indonesia yang diluncurkan di awal tahun ini. Riset yang dilakukan bersama Fakultas Kedokteran Indonesia ini menemukan paparan mikroplastik mempengaruhi kemampuan berpikir, mengingat, dan mengambil keputusan terhadap manusia.

Greenpeace Italy returns to the Tyrrhenian Sea, in the area of the Pelagos Sanctuary, with a tour of research and documentation, exposing threats to biodiversity and to all of us in an area that should be “protected”. Onboard the ship Bamboo, owned by the Exodus association and together with the CNR (National Research Council) of Genoa, Greenpeace is exposing the impacts of the plastic and microplastic pollution. © Lorenzo Moscia / Greenpeace

Untuk itu, Ibar mengatakan pemerintah dan produsen perlu mengambil langkah untuk mengurangi kontaminasi mikroplastik dalam lingkungan. Diantaranya adalah memperbaiki sistem pengelolaan sampah plastik, serta mempercepat dan memperluas larangan plastik sekali pakai. 

“Selain itu, baik pemerintah dan produsen juga harus segera beralih ke sistem kemasan guna ulang (reuse) dan isi ulang (refill) yang dapat mengurangi pencemaran dan dampak lingkungan, serta mengurangi ketergantungan kita terhadap industri bahan bakar fosil,” ujar Ibar. 

Haneeza Afra, Junior Engagement Specialist Divers Clean Action, yang merupakan salah satu inisiator penggagas Piknik Bebas Plastik 2025 juga menekankan bahwa sistem guna ulang bukan sekadar gaya hidup, tapi bagian dari solusi sistemik terhadap krisis iklim. 

“Melalui acara ini, kami ingin menunjukkan bahwa sistem guna ulang bisa dilakukan di ruang publik, tidak hanya di rumah atau kafe, tapi juga di acara komunitas, festival, dan ruang kota lainnya. Inilah bentuk langsung edukasi ke masyarakat dengan memberikan pengalaman langsung,” ujarnya.