Jakarta, 2 Juni 2025. Greenpeace Indonesia melakukan audiensi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH RI untuk mendorong kebijakan konkret dalam menangani polusi plastik. Fokusnya pada revisi Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, penetapan baku mutu mikroplastik, dan posisi Indonesia dalam Perjanjian Global Pengendalian Polusi Plastik (INC 5.2).
“Pada audiensi kali ini, utamanya kami ingin bicara soal Permen LHK No. 75 tahun 2019 yang berkaitan dengan tanggung jawab produsen serta ingin memastikan bahwa memang tanggung jawab terkait masalah plastik sekali pakai tidak hanya dibebankan ke masyarakat tapi juga produsen. Kami cukup mengapresiasi karena itu salah satu aturan yang akhirnya bicara cukup detil atas tanggung jawab produsen yang sebenarnya sudah diatur undang-undang pengelolaan sampah” ujar Muharram Atha Rasyadi, Tim Leader Kampanye Sosial & Ekonomi Greenpeace Indonesia.

Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkuler KLH, Agus Rusly, secara umum menyatakan implementasi Permen LHK No. 75 tahun 2019 masih menghadapi tantangan, karena sebagian produsen menganggap Kementerian Lingkungan Hidup tidak memiliki otoritas dalam mengatur industri. KLH/BPLH tidak hanya berfokus pada aspek ekologis, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dari setiap kebijakan yang diterapkan. Sektor lingkungan juga tidak dapat berdiri sendiri, karena sektor lain seperti perdagangan, industri, dan sosial harus turut terlibat agar upaya pengurangan sampah bisa berjalan efektif.
Greenpeace Indonesia menyerahkan temuan dari Laporan Brand Audit Saset 2023 yang mencatat bahwa 3609 kemasan saset yang ditemukan di lapangan berasal dari lima perusahaan besar yaitu Wings, Salim Group, Mayora Indah, Unilever dan Santos Jaya Abadi. Jenis limbah didominasi oleh sachet multilayer yang sulit didaur ulang. Hingga saat ini, 13 produsen telah mengimplementasikan peta jalan, 17 telah mengirimkan dokumen, dan 24 dalam tahap revisi.
“Kami mengapresiasi langkah KLH/BPLH yang telah mendorong produsen agar mengirimkan peta jalan pengurangan sampahnya. Peta jalan ini penting untuk mengatasi krisis plastik melalui pengurangan produksi plastik dan perubahan sistem distribusi dari kemasan sekali pakai menuju sistem guna ulang. Kami mendorong produsen manufaktur agar segera mengirimkan peta jalan pengurangan sampahnya dan transparan atas peta jalannya kepada publik.” ujar Ibar Akbar, Juru Kampanye Plastik Greenpeace Indonesia.
Selain mendorong penguatan aspek reuse dalam peta jalan, Greenpeace juga menyampaikan keprihatinan atas ancaman mikroplastik terhadap kesehatan publik. Berdasarkan hasil riset bersama Universitas Indonesia, ditemukan kontaminasi mikroplastik dalam sumber air minum yang dikonsumsi masyarakat serta indikasi dampak langsungnya terhadap kesehatan manusia, termasuk gangguan fungsi kognitif.
“Studi ini menambah daftar panjang cemaran mikroplastik di lingkungan dan memperkuat bukti bagaimana risikonya terhadap kesehatan kita. Namun, selama dampak dan mekanisme paparan mikroplastik dalam tubuh belum sepenuhnya dipahami, peningkatan produksi dan penggunaan plastik yang tidak terkendali harus dianggap sebagai ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan kehati-hatian dalam mengurangi paparan, terutama melalui konsumsi, menjadi langkah yang urgent.” ungkap Afifah Rahmi, Peneliti Plastik Greenpeace Indonesia.
Greenpeace Indonesia mendorong KLH/BPLH untuk segera menetapkan kebijakan pemantauan mikroplastik secara ketat dan ambang batas aman kontaminasi dalam produk pangan dan lingkungan. Selain itu, Greenpeace menekankan pentingnya percepatan implementasi kebijakan pengurangan plastik serta perluasan larangan plastik sekali pakai, termasuk jenis PET yang paling banyak ditemukan sebagai kontaminan dalam tubuh manusia.
Greenpeace Indonesia juga menyampaikan rekomendasi terhadap posisi Indonesia dalam proses Intergovernmental Negotiating Committee (INC 5.2) untuk perjanjian global plastik. Greenpeace menyoroti pentingnya Traktat Global untuk Plastik, serta menekankan bahwa delegasi Indonesia harus mendukung komitmen pengurangan produksi plastik global.
“Traktat Global untuk Plastik merupakan kesempatan sekali seumur hidup untuk mengakhiri krisis plastik ini, tentu melalui pengurangan produksi plastik global, Indonesia perlu memperkuat posisinya untuk menyuarakan pengurangan produksi plastik global” ujar Ibar Akbar, Juru Kampanye Plastik Greenpeace Indonesia.
Dalam kesempatan ini, Greenpeace Indonesia mendorong KLH/BPLH memperkuat peran regulasinya agar krisis plastik ditangani secara adil, berbasis sains, dan tidak meninggalkan masyarakat sebagai pihak paling terdampak. Greenpeace juga mengajak KLH/BPLH untuk terus membuka ruang dialog publik dan melibatkan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan. Pertemuan ini turut dimanfaatkan untuk menanyakan perkembangan revisi peta jalan serta mekanisme pengawasan terhadap produsen yang tidak memenuhi target.
Kontak media:
Ibar Akbar – Juru Kampanye Plastik Greenpeace Indonesia (081225723998)
Rahka Susanto – Juru Kampanye Komunikasi (08111098815)