Jakarta, 8 Maret 2022. Perayaan International Women’s Day diperingati tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Tahun ini tema yang diusung adalah Break The Bias. Secara sadar ataupun tidak, bias membuat perempuan sulit untuk maju. Mengetahui adanya bias saja tidak cukup, perlu tindakan yang signifikan untuk mencapai kesetaraan. Break the bias memiliki harapan agar perempuan di seluruh dunia bebas dari bias, diskriminasi, maupun stereotipe.

Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional sejumlah aktivis perempuan Greenpeace Indonesia turun ke jalan dengan melakukan aksi damai. Para peserta aksi membawa monster oligarki sebagai gambaran situasi negara saat ini, di mana kepentingan oligarki / elite politik tertentu memiliki banyak tangan yang mampu mencengkeram setiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya hak-hak kaum perempuan. 

International Women's Day 2022 in Jakarta. © Nugroho Adi Putera / Greenpeace
Greenpeace Indonesia activists hold a protest by bringing a giant octopus monster symbolising Oligarchy during the International Women’s Day 2022 commemoration in Jakarta. © Nugroho Adi Putera / Greenpeace

Potret diskriminasi dan opresi terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia saat ini tidak lepas dari sistem ekonomi politik yang eksploitatif, dan destruktif berwatak patriarki, sehingga mengancam kebebasan dan ruang gerak kaum perempuan untuk berdaya dan berekspresi. Pengelolaan sumber daya alam yang eksploitatif, seringkali menggunakan cara-cara yang melanggar HAM, merampas ruang hidup orang banyak, sehingga memaksa kaum perempuan menghadapi kekerasan sistematik baik itu dari aparat maupun dari negara. 

“Saat ini kita sering melihat justru kaum perempuanlah yang paling banyak menanggung kerugian akibat perampasan lahan dan penghancuran alam, dan berada di garis paling terdepan untuk melawan ketidakadilan. Kita punya Wadon Wadas dari Desa Wadas yang menolak tambang andesit, sebelumnya kita punya Perempuan Kendeng, yang berjuang menolak operasi pabrik semen”, perempuan Kodingareng yang mempertahankan pulaunya, perempuan Kasimbar Sulteng dan Wawonii Sultra yang menolak tambang, perempuan di Kalimantan dan Mama-Mama di Papua dan Papua Barat yang menjaga hutan alamnya dari tangan-tangan oligarki, ucap Belgis Habiba, relawan perempuan Greenpeace. “Mereka dan kita semua, kaum perempuan adalah kelompok yang paling banyak menanggung kerugian, jika cara-cara destruktif tersebut masih dipakai atas nama pembangunan”, tegasnya.

Tak hanya akibat perampasan lahan, kaum perempuan juga masih harus dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sistemik yang belum tuntas seperti kekerasan seksual, diskriminasi berbasis gender, kemiskinan, dan tentu saja krisis iklim. Pada peringatan IWD ini, kami juga mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Saatnya kini kaum perempuan bersatu, bersuara, berjuang melawan ketidakadilan, dan beraksi untuk iklim. 

Koleksi foto kunjungi disini https://www.media.greenpeace.org/collection/27MDHUHKUOB8

Kontak media: 

Rahma Shofiana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, 08111461674