Makassar, 14 Agustus 2020. Polair Polda Sulawesi Selatan menjemput paksa Manre nelayan Kodingareng dan Slamet Riyadi aktivis WALHI Sulsel tanpa alasan di Dermaga Kayu Bangkoa, Makassar. Penangkapan itu diduga terkait unjuk rasa damai terhadap Gubernur Nurdin Abdullah pada Kamis (13/08), dimana ratusan nelayan Pulau Kodingareng memilih bermalam di depan kantor gubernur menuntut pemprov untuk menghentikan kegiatan tambang pasir laut di wilayah tangkap ikan nelayan di kawasan Spermonde. [1]

Koalisi Untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) [2] menilai penangkapan ini merupakan bentuk intimidasi terhadap komunitas nelayan Kodingareng dan kriminalisasi pada aktivis dalam persoalan tambang pasir laut. Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al-Amin menyatakan:

“Para nelayan bertahan disana hanya ingin Gubernur Nurdin mengabulkan permintaan mereka agar aktivitas tambang pasir segera dihentikan, sebab sejak dimulainya proyek tambang mereka mengalami kerugian 1 juta hingga 2,5 juta rupiah per-hari, apalagi ekonomi tengah anjlok di situasi pandemi seperti ini.”

“Segera bebaskan Manre dan Slamet Riyadi sebab keduanya hanya membawa pesan ribuan nelayan yang kini pendapatannya tengah sekarat. Negara harus hadir membantu rakyat, pemerintah harus peka atas rasa frustasi mereka untuk mempertahankan hidup bukan malah di kriminalisasi,” tegas Amin.

Mandre ditetapkan sebagai tersangka atas kasus status perobekan uang kertas, sementara Slamet Riyadi merupakan aktivis yang tengah menjalankan tugasnya sebagai pendamping para nelayan Pulau Kodingareng, dalam membela kepentingan mata pencaharian mereka yang telah rusak sejak perusahaan Belanda, PT Royal Boskalis beroperasi.

“Keadilan seharusnya berpihak pada nelayan dan masyarakat pesisir yang sudah mulai terkena dampak operasi tambang pasir. Pemerintah disaat pandemi ini malah memberi karpet merah terhadap perusahaan,” tegas Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

“Kepulauan Spermonde merupakan bagian segitiga karang dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati dan perlu dilindungi. Sangat disayangkan kawasan ini semakin terancam hancur sehingga berdampak langsung pada mata pencaharian nelayan tradisional. Gubernur Nurdin jangan bungkam dengan peringatan ini,” tutup Afdillah Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia.

***

Catatan:

[1] TribunMakassar.com: Beredar Kabar Seorang Nelayan Kodingareng dan Aktivis Walhi Dijemput Paksa 

[2] Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) terdiri dari: IOJI (Indonesian Ocean Justice Initiative), Pandu Laut Nusantara, EcoNusa, KIARA, WALHI, Greenpeace Indonesia, ICEL (Indonesian Center of for Environmental Law), Destructive Fishing Watch (DFW), Yayasan Terangi.

Kontak Media:

  • KIARA: Susan Herawati, Sekretaris Jenderal, 0821-1172-7050
  • Greenpeace Indonesia: Afdillah, Jurukampanye Laut, 0811-470-4730
  • IOJI: Fadilla Octaviani, Director for Enforcement Support and Access to Justice, 0812-8108-8766
  • EcoNusa: Wiro Wirandi, Ocean Program Manager, 0812-3377-9998
  • WALHI, EDO RAKHMAN, Koordinator Kampanye, 0813-5620-8763
  • ICEL: Isna Fatimah, Direktur Program, 0813-1923-0279