Makassar, 14 November 2019. Pemerintah harus segera turun tangan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah terjadi pada ekosistem bawah laut Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Pasalnya, berdasarkan kegiatan pemantauan terumbu karang (reef check) yang dilakukan oleh tim MSDC (Marine Science Diving Club) Universitas Hasanuddin secara berkala setiap tahun, memperlihatkan tren penurunan tutupan karang hidup di sejumlah pulau. 

Data MSDC terbaru (2018), tutupan karang hidup Pulau Barrang Lompo tercatat 40% (kategori sedang), Pulau Barrang Caddi sebesar 38% (kategori sedang), dan Pulau Samalona sebesar 30% (kategori buruk). [1] Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun menunjukkan indeks kesehatan terumbu karang yang rendah di Spermonde dengan rentang nilai antara 1-3. [2] “Hasil pengamatan yang kami lakukan di tiga pulau selama 9 tahun terakhir memperlihatkan tren data kondisi tutupan karang di kepulauan Spermonde mengalami penurunan ,” ujar Muhammad Irfandi Arief, Ketua MSDC Universitas Hasanuddin, dalam kegiatan diskusi yang bertajuk, “Selamatkan Spermonde, Selamatkan Laut Indonesia,” di Makassar. 


Ket. gambar: Monitoring reef check tahun 2018 oleh MSDC (Marine Science Diving Club) Universitas Hasanuddin

Tim Pembela Lautan (Ocean Defender) Greenpeace Indonesia juga sudah melakukan pemantauan dan mengambil dokumentasi bawah laut di Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, dan Kodingareng Keke, awal September lalu. Kerusakan terumbu karang karena pengambilan ikan dengan bom dan bius jelas terlihat. Pemulihan terumbu karang karena aktivitas ilegal dan merusak sulit dilakukan dalam waktu cepat. “Pengawasan, pendekatan sosial kemasyarakatan dan penegakkan hukum oleh pihak berwenang terhadap kegiatan penangkapan ikan harus dilakukan secara intensif,” ucap Afdillah, Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia. “Hari ini, Greenpeace pun meluncurkan petisi #SaveSpermonde untuk meminta pemerintah, pusat dan daerah, mengambil langkah cepat penyelamatan Spermonde dari berbagai ancaman,” lanjutnya. [3]

Total nilai manfaat ekonomi ekosistem terumbu karang di perairan Spermonde berdasarkan beberapa penelitian berkisar dari Rp 30.362.614 hingga Rp 1.698.945.542 per hektar per tahun [4]. Bila ekosistem Spermonde rusak parah, kerugian bukan hanya akan dialami oleh nelayan atau pelaku usaha perikanan. Pemerintah daerah juga bisa kehilangan potensi pemasukan dari sektor pariwisata. “Pasalnya, Spermonde menjadi salah satu ikon Sulawesi Selatan dan menawarkan keindahan bahari yang luar biasa bagi wisatawan domestik dan mancanegara,” tutur Muhammad Al Amin, Direktur Walhi Sulawesi Selatan.   

Penyelamatan Spermonde bisa menjadi titik awal dari tindakan serius untuk memulihkan dan menjaga ekosistem dan ruang laut nasional. “Pekerjaan rumah pemerintahan baru masih banyak, meskipun sejumlah kemajuan sudah dicapai pada masa pemerintahan sebelumnya, terutama dalam mengurangi penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh kapal ikan asing,” tutup Afdillah.

Catatan:

[1] Laporan Reef Check 2018: Keindahan Bawah Lautku, Tak Seindah Dulu, oleh MSDC (Marine Science Diving Club) Universitas Hasanuddin. 

[2] Laporan LIPI tahun 2018, pemantauan tingkat kesehatan terhadap 18 lokasi dengan rentang nilai 1-10. Indeks kesehatan menggambarkan kondisi terumbu karang yang meliputi tutupan karang, potensi pemulihan dan biomassa ikan. http://oseanografi.lipi.go.id/hasilpenelitian/lihatpdf/41 

[3] Petisi #SaveSpermonde di http://act.gp/savespermonde.

[4] Sumber:

Kontak media:

  • Muhammad Irfandi Arief, Ketua Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin, [email protected], telp 0877-6521-6434
  • Muhammad Al Amin, Direktur Walhi Sulawesi Selatan, [email protected], 0822-9393-9591
  • Afdillah, Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia, [email protected], telp 0812-6666-0010
  • Ester Meryana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, [email protected], telp 0811-1924-090