Sebuah Laporan Bagaimana Pertambangan Nikel Mengancam Masa Depan Salah Satu Kawasan Konservasi Paling Penting di Dunia

Raja Ampat terkenal dengan pulau-pulaunya yang tropis, perairan yang kaya akan kehidupan laut, formasi karst dan hutan yang masih asri. Kawasan ini telah menjadi destinasi impian bagi para wisatawan Indonesia serta penyelam dari seluruh dunia. National Geographic dan The New York Times telah memasukkan Raja Ampat dalam daftar destinasi teratas untuk tahun 2025, sementara CNN Travel menyebutnya sebagai ‘Surga Terakhir di Bumi’. Di dalam negeri, Raja Ampat dijuluki sebagai ‘destinasi wisata unggulan dan terfavorit Indonesia,’ dan pemandangan dari salah satu lokasi terkenalnya, Piaynemo, bahkan diabadikan pada uang kertas seratus ribu rupiah Indonesia. Sementara itu, menurut para pakar konservasi, Kepulauan Raja Ampat dan pesisir Pulau Papua merupakan ‘jantung segitiga terumbu karang’ dan dianggap sebagai ‘pusat keanekaragaman hayati laut’.’ 

Raja Ampat juga menjadi rumah bagi komunitas masyarakat adat Papua yang telah hidup di kawasan ini selama beberapa generasi. Komunitas ini hidup selaras dengan adat dan tradisi mereka yang sangat erat hubungannya dengan ekosistem laut dan hutan pesisir di wilayah ini. Kristian Thebu, Ketua Dewan Adat Suku Maya yang mewakili salah satu komunitas pertama yang mendiami Raja Ampat, pernah berkata, “Hutan adalah ibu kami, yang harus kami rawat dan jaga, agar ia terus memberikan kehidupan dari generasi ke generasi. Laut kami hormati seperti ayah kami. Ia memberikan berkah yang melimpah untuk kehidupan terus-menerus sampai Tuhan datang.

Seiring dengan meningkatnya popularitas Raja Ampat, meningkat pula berbagai ancaman terhadap masa depannya. Pertumbuhan pariwisata telah memunculkan tantangan besar, terutama karena belum adanya sistem pengelolaan sampah dan limbah yang memadai. Pada akhir 2024, terjadi peristiwa pemutihan karang yang parah, yang menurut dugaan para peneliti  dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti pemanasan laut dan buruknya pengelolaan limbah. Peristiwa ini telah berdampak signifikan pada terumbu karang di wilayah Raja Ampat bagian tengah.

Kini muncul ancaman baru, seiring dengan ekspansi industri pertambangan nikel di wilayah ini yang membawa risiko besar terhadap lingkungan, mata pencaharian masyarakat setempat, dan masa depan Raja Ampat sebagai destinasi wisata. Aktivitas pertambangan nikel berisiko menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan pada terumbu karang dan habitat daratan melalui deforestasi, sedimentasi, dan polusi. Terlepas dari gugatan pemerintah terhadap izin operasinya, perusahaan pertambangan nikel PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) baru-baru ini telah mendirikan kamp operasi di Batang Pele. Lokasi ini berdekatan dengan penginapan untuk wisatawan (homestay), destinasi wisata yang menarik, dan situs penyelaman penting di Raja Ampat. Empat perusahaan lain juga memiliki izin aktif untuk menambang nikel di Raja Ampat. 

Empat dari lima izin yang aktif tersebut berada di dalam kawasan Raja Ampat UNESCO Global Geopark, sebuah wilayah yang telah dipromosikan untuk konservasi dan pariwisata. Dampak pertambangan sudah terlihat di beberapa lokasi. Hutan telah dirusak dan limpasan air hujan kini membawa sedimen dari daerah yang telah dibuka. Hal ini menyebabkan peningkatan kekeruhan di laut yang menutupi terumbu karang, terlihat dari perubahan warna air di dekat dermaga dan area pertambangan. Analisis Greenpeace terhadap data pemerintah Indonesia dan putusan pengadilan menunjukkan bahwa tiga perusahaan tambahan sedang menempuh jalur hukum untuk mengaktifkan kembali izin yang sebelumnya telah dicabut, dan sejumlah izin lainnya juga mungkin akan diaktifkan kembali.

Berdasarkan data pemerintah Indonesia, Greenpeace telah memetakan lokasi semua izin di Raja Ampat dan menemukan lima izin aktif serta 11 izin yang pernah diterbitkan namun telah dicabut, sehingga saat ini terdapat total 16 izin, baik yang masih aktif maupun yang pernah berlaku di seluruh kepulauan ini. Dari jumlah tersebut, 13 di antaranya berada di dalam kawasan Geopark. Lebih dari setengahnya terletak di dalam atau pernah berada di kawasan lindung menurut klasifikasi lahan pemerintah Indonesia (meskipun perlu dicatat bahwa perusahaan dalam beberapa kasus masih dapat secara legal mengakses lahan tersebut). Yang mengagetkan, salah satu lokasi paling terkenal di Raja Ampat, Piaynemo—yang juga dikenal sebagai ‘Tangga Jokowi’ setelah didaki oleh Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo kala itu, termasuk di antara area yang pernah diberikan izin pertambangan nikel. 

Bijih nikel dari Raja Ampat diproses oleh pabrik peleburan yang berlokasi di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara. Kawasan industri ini memasok produsen baja nirkarat dan komponen baterai kendaraan listrik, juga pembeli lainnya.