AirVisual mengumpulkan data terbaru tentang polusi PM2.5 dari sumber pemantauan publik untuk melaporkan status kualitas udara dunia pada tahun 2018, ke dalam dataset global yang terperinci dan tepat waktu, dengan fokus data yang telah dipublikasikan kepada masyarakat secara real-time. Sumber-sumber ini termasuk jaringan pemantauan pemerintah, serta pengukuran dari monitor kualitas udara IQAir AirVisual yang dioperasikan oleh individu, peneliti, dan LSM.

Tingkat polusi udara tetap sangat tinggi di banyak bagian dunia. Data WHO menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang menghirup udara yang mengandung polutan tingkat tinggi. Polusi udara luar ruangan menjadi penyebab utama kematian dini di dunia ke-4, dan kerugian ini diperkirakan membebani ekonomi global dengan biaya tahunan yang tidak sedikit yaitu sebesar 225 miliar USD.

Laporan tersebut menunjukkan:

  • Lebih dari 3000 kota, 64% diantaranya melebihi pedoman paparan tahunan WHO (10μg / m3) untuk partikel halus, juga dikenal sebagai PM2.5. Setiap kota terukur dengan data di Timur Tengah dan Afrika melebihi pedoman ini, sementara 99% kota di Asia Selatan, 95% kota di Asia Tenggara, dan 89% kota di Asia Timur juga melampaui level ini. Karena banyak daerah kekurangan informasi kualitas udara publik terkini dan karena alasan tersebut, tidak terwakili dalam laporan ini, jumlah kota yang melebihi ambang PM2.5 WHO diperkirakan akan jauh lebih tinggi.
  • Perlunya lebih banyak pemantauan publik di sebagian besar dunia tanpa akses ke informasi ini. Informasi kualitas udara publik real time sangat penting tidak hanya untuk memberdayakan populasi untuk merespons kondisi saat ini dan melindungi kesehatan manusia, tetapi juga merupakan landasan dalam menghasilkan kesadaran publik dan tindakan untuk memerangi polusi udara dalam jangka panjang.

Greenpeace menyerukan kepada pemerintah untuk:

  1. Perluas dan perbaiki pemantauan kualitas udara dan akses ke data kualitas udara, agar orang-orang di mana saja, melakukan pemantauan di mana pemerintah mereka tidak melakukannya. Hanya dengan mengetahui informasi tersebut bahwa orang akan bertindak untuk menghirup udara yang lebih bersih.
  2. Tetapkan target dan jadwal dan buat rencana aksi untuk membawa kualitas udara ke level yang dapat diterima sesegera mungkin.
  3. Mengurangi emisi pencemar udara dengan cepat di daerah-daerah yang menderita kualitas udara yang buruk dengan beralih ke sumber energi terbarukan yang bersih dan sistem transportasi berkelanjutan dan memperkuat standar emisi dan penegakan untuk pembangkit listrik, industri, kendaraan dan sumber emisi utama lainnya.

PM2.5 Air Visual – Bagian Indonesia

Pada tahun 2018, Kota Jakarta mendapat peringkat sepuluh besar sebagai ibu kota negara dengan kualitas udara terburuk di dunia. Dapat diindikasikan bahwa konsentrasi rata-rata tahunan PM2.5 pada tahun 2018 sangat buruk, di mana pada Jakarta Selatan mencapai 42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat mencapai 37.5 µg/m3. Dengan kata lain, konsentrasi PM2.5 di Kota Jakarta mencapai empat kali lipat di atas batas aman tahunan menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10 µg/m3. Angka tersebut juga telah jauh melebihi batas aman tahunan menurut standar nasional pada PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu 15 µg/m3.

Unduh Media Briefing:

Media Brieifing – Status Kualitas Udara Kota-kota di Dunia