Ringkasan Eksekutif
Jepang adalah satu-satunya negara G7 yang masih aktif membangun pembangkit listrik tenaga batu bara baru di dalam dan luar negeri, dan merupakan investor publik terbesar kedua di proyek pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri di antara negara-negara G20 melalui lembaga keuangan publik (PFAs). Batu bara merupakan kontributor terburuk tunggal untuk perubahan iklim global, yang bertanggung jawab atas hampir setengah dari emisi karbon dioksida dunia [1] [2]. Selain itu, pembakaran batu bara melepaskan polutan udara mematikan yang menyebabkan penyakit serius dan kematian dini. Dengan mendukung proyek pembangkit listrik tenaga batu bara di negara-negara dengan peraturan yang lemah mengenai polusi udara,
Standar ganda dalam batas emisi untuk polutan udara berbahaya membuat pembangkit listrik batubara yang dibiayai oleh Jepang berpotensi menghasilkan racun ke udara hingga 13 kali lebih banyak untuk polutan mono-nitrogen oksida (NOx), 33 kali lebih banyak pada polutan sulfur dioksida (SO2) dan polusi debu 40 kali lebih banyak daripada yang dibangun di Jepang. Laporan ini mengungkapkan konsekuensi mematikan dari standar ganda tersebut, dalam hal penyakit serius dan kematian dini yang disebabkan oleh polusi udara, dan mengevaluasi berapa banyak dari kematian itu dapat dihindari jika proyek-proyek yang didanai oleh Jepang di luar negeri menerapkan batas emisi yang sama seperti yang baru seperti pembangkit listrik tenaga batu bara di Jepang.
Dampak standar ganda Jepang dalam batasan emisi dievaluasi dengan membandingkan emisi yang diproyeksikan dari proyek batu bara yang dibiayai Jepang di luar negeri, dengan batas emisi dari pembangkit listrik batu bara domestik Jepang yang diizinkan atau sedang dalam penilaian atau perencanaan sejak Januari 2012. Meskipun standar emisi pembangkit listrik batu bara yang berlaku di Jepang cukup kompleks, di mana setiap pemerintah daerah di Jepang menetapkan standar yang berbeda dari standar nasional yang berlaku, tetapi batas emisi yang digunakan dalam penilaian dampak lingkungan (AMDAL) untuk proyek pembangkit listrik baru masih jauh lebih ketat dibandingkan dengan standar emisi di negara yang mereka biayai. Dalam kebanyakan kasus, data emisi dikumpulkan dari dokumen AMDAL proyek. Model ini diterapkan pada ke-18 pembangkit listrik tenaga batubara yang dibiayai oleh PFA Jepang di luar negeri selama periode Januari 2013 hingga Mei 2019, yang berlokasi di Bangladesh, Chili, India, Indonesia, Maroko, dan Vietnam[3].
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa jika batas emisi rata-rata Jepang diterapkan – tidak hanya di Jepang tetapi untuk semua pembangkit listrik tenaga batu bara yang dibiayai oleh PFA Jepang di luar Jepang – antara 5.000 dan 14.000 kematian dini akan dihindari setiap tahun. Selama 30 tahun periode operasi pembangkit listrik tersebut, sekitar 148.000 dan 410.000 kematian dini akibat 18 pembangkit listrik tenaga batu bara yang dibiayai oleh PFA Jepang dan beroperasi pada batas emisi yang buruk tersebut dapat dihindari. Sebagian besar kematian ini akan terjadi di India, Indonesia, Vietnam dan Bangladesh, negara-negara di mana polusi udara berbahaya sudah menjadi masalah. Investasi Jepang dalam pembangkit listrik tenaga batubara mempersulit negara-negara ini untuk mengurangi polusi udara dan memenuhi standar kesehatan masyarakat.Semua negara harus segera beralih dari batu bara ke sumber energi terbarukan untuk menghindari bencana perubahan iklim dan mencegah dampak kesehatan dari emisi batu bara, termasuk kematian dini. Negara-negara harus bekerja bersama menuju ekonomi netral karbon, dan Jepang harus memainkan peran kepemimpinan dalam melakukan hal itu. Ini sangat kontradiktif standar ganda yang diterapkan Jepang sekarang untuk proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batu bara – menyebabkan penyakit, kematian dini dan perubahan iklim – PFA Jepang seharusnya mendukung solusi energi terbarukan sebagai gantinya. Energi terbarukan dan efisiensi energi semakin murah daripada membangun pembangkit listrik tenaga batu bara baru, energi terbarukan adalah solusi untuk perubahan iklim.
Mengikuti tren global, bank-bank swasta Jepang, perusahaan asuransi, dan perusahaan dagang telah mulai mengambil langkah pertama untuk membatasi investasi mereka dalam proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batubara. Namun, lembaga keuangan publik Jepang (PFA) masih berinvestasi besar-besaran di pembangkit listrik tenaga batu bara di negara lain. Pemerintah Jepang harus mengambil tindakan segera untuk mengakhiri ini dan memastikan PFA-nya bergerak untuk mendanai solusi energi terbarukan daripada batu bara.
Selain itu, Pemerintah Jepang harus segera menghentikan investasi PFA di pembangkit listrik batu bara di luar negeri -yang batas emisinya melebihi batas yang diterapkan pada pembangkit listrik batu bara di Jepang- dan mengalihkan investasinya pada energi terbarukan. Dengan mengakhiri standar ganda yang mematikan ini, ribuan nyawa bisa diselamatkan.
Pada saat yang sama, pemerintah di negara tuan rumah dari proyek batu bara ini harus melindungi hak warganya untuk lingkungan yang aman dan sehat, dengan secara signifikan memperkuat standar emisi mereka untuk pembangkit listrik batu bara yang sudah ada, sambil melakukan transisi energi dari batu bara ke energi terbarukan di negara mereka. Perubahan dalam kebijakan dan investasi ini harus dipercepat sekarang, untuk kesehatan manusia dan lingkungan, dan untuk melindungi masa depan planet kita.
Unduh Laporan Lengkapnya di sini:
- https://endcoal.org/climate-change/
- https://webstore.iea.org/co2-emissions-from-fuel-combustion-2018
- Untuk proyek-proyek tertentu, pembiayaan publik ini diikuti oleh pembiayaan tambahan dalam jumlah yang substansial dari tiga bank swasta terbesar Jepang – Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Mizuho Financial Group, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC).
- Batas emisi rata-rata untuk semua pembangkit listrik tenaga batu bara di Jepang sejak Januari 2012.