Pandemi Covid-19 menghasilkan dampak yang luar biasa bagi perekonomian global termasuk Indonesia. Siapa yang tidak terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini?

Sejumlah negara sudah mengumumkan status resesi. Sementara Indonesia, perekonomiannya terjun ke minus 5,32 persen (secara tahunan atau year on year) pada triwulan dua. Pemerintah sudah menggulirkan program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk menyelamatkan ekonomi dengan anggaran ratusan triliun. Pembangunan yang lebih hijau dan rendah karbon nampaknya belum menjadi prioritas dalam proses pemulihan ekonomi di Indonesia dan masih menerapkan business as usual. Padahal kita tahu dari sejumlah kajian, pandemi Covid-19 berkaitan erat dengan perubahan besar yang terjadi di alam kita. 

Pembangunan ekonomi yang mengabaikan lingkungan akan memberikan dampak buruk bagi manusia dan perekonomian itu sendiri.  Perubahan iklim dalam bentuk beragam bencana hidrometeorologi, misalnya, mampu memberikan dampak negatif yang besar bagi manusia dan perekonomian.

Alih fungsi lahan melalui deforestasi, konversi hutan primer untuk pertanian intensif dan industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan telah berkontribusi pada peningkatan kontak fisik antara satwa liar yang membawa patogen virus dengan manusia. Oleh karena itu, saat ini adalah momentum bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan alam dan manusianya seperti yang sudah dilakukan oleh banyak negara. 

Terkait seberapa jauh porsi yang diberikan Pemerintah dalam program PEN untuk lingkungan, maka INDEF bersama dengan Greenpeace Indonesia meluncurkan briefing paper dan mengadakan sebuah diskusi bertajuk, “Mengapa Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tidak Pro-Lingkungan?”