Denpasar, 16 Agustus 2018. Sehari sebelum kemerdekaan RI ke 73, warga celukan bawang dan masyarakat bali mendapat kado Asap Hitam PLTU dari Majelis Hakim PTUN Denpasar. Gugatan masyarakat dan Greenpeace Indonesia terhadap SK Gubernur Bali tentang izin lingkungan PLTU Celukan Bawang Tahap Dua 2×330 MW, tidak diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar.

PLTU Batu Bara di Celukan Bawang, Bali, Indonesia

Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa para penggugat tidak mempunyai hak untuk mengajukan gugatan dikarenakan tidak adanya kepentingan yang dirugikan atas terbitnya SK Ijin Lingkungan PLTU Celukan Bawang Tahap dua 2×330 MW.

“Pertimbangan ini mencerminkan kegagalan hakim menerapkan maksud dan tujuan dari hukum lingkungan hidup dalam melakukan pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan”, ucap tim kuasa hukum penggugat, I Wayan Gendo Suardana. “Pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan termasuk mencegah potensi dampak yang akan terjadi dikemudian hari, meskipun proyeknya belum berjalan.” lanjut Gendo.

“Putusan ini sangat tidak berkeadilan, bahkan sangat berpihak terhadap tergugat, karena hakim dalam pertimbangan hukumnya hanya menggunakan keterangan saksi dan ahli dari pihak tergugat II intervensi”, tambah Dewa Putu Adnyana, Direktur YLBHI-LBH Bali.

Salah satu pertimbangan yang menunjukkan perihal diatas adalah Majelis Hakim menyatakan bahwa pembangunan PLTU Celukan Bawang Tahap II berpotensi atau berdampak buruk terhadap lingkungan hanyalah asumsi semata, karena tidak disertai dengan bukti ilmiah.

“Alat bukti yang kami ajukan dalam pengadilan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yaitu hasil penelitian ahli-ahli tentang dampak PLTU batubara terhadap polusi udara dan pencemaran ekosistem laut”, sebut Didit Haryo, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia. “Berbanding terbalik dengan Alat Bukti Tergugat II intervensi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya dengan menggunakan sumber Wikipedia dan percakapan Kaskus”, tutup Didit.

Keberpihakan Hakim terhadap Tergugat dan Tergugat II Intervensi semakin jelas ketika seluruh pertimbangan hukumnya hanya mengutip keterangan saksi dari pihak Tergugat II Intervensi dan sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan saksi dari pihak penggugat.

Salah satu contohnya, tangkapan ikan dari penggugat nelayan yang menurun drastis telah kita buktikan melalui keterangan saksi dari para nelayan yang dihadirkan penggugat. Mereka semuanya menyatakan bahwa hal ini terjadi sejak PLTU Celukan Bawang I berdiri, dan sudah dilaporkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng. Namun sebaliknya hakim menyatakan tangkapan nelayan bertambah banyak yang berdasarkan keterangan saksi pihak tergugat II intervensi. “Dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, alat bukti surat memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan Keterangan Saksi” ujar Gendo

Dengan gagalnya Majelis Hakim menilai kepentingan yang dirugikan oleh penggugat berdasarkan bukti ilmiah, maka putusan ini tidak hanya akan berdampak pada penggugat tetapi juga akan berdampak pada masyarakat disekitar PLTU tersebut dan masyarakat Bali“Putusan ini mencerminkan pengadilan telah gagal sebagai wadah untuk mendapatkan keadilan lingkungan oleh masyarakat dan gagal menyelamatkan Bali dari potensi buruk PLTU Batubara di masa depan”, tutup Dewa Putu Adnyana

Narahubung

● Didit Haryo , Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, +62 813-1981-5456

● Dewa Putu Adnyana , Perwakilan LBH Bali, +62 813-3844-0652

● I Wayan Suardana (Gendo) , +62 856-3700-677