Jakarta, 15 Februari. Pekan ini kabut asap kebakaran hutan menyelimuti kota Dumai, Riau. Greenpeace Indonesia kemudian menganalisis data resmi pemerintah dari tahun 2012-2018[1], terkait sebelas perkara perdata kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan pembalakan liar dengan ganti rugi dan pemulihan lingkungan mencapai 18,9 triliun rupiah. Hasilnya, belum ada satu pun kasus karhutla yang dibayar oleh para perusahaan[2].

Forest Fires in Indonesia. © Vinai Dithajohn

“Sebagai warga negara, jika kita tidak membayar pajak maka terancam hukuman. Lalu mengapa para pemilik perusahaan-perusahaan besar ini tidak dipaksa untuk membayar denda mereka atau menyita aset perusahaan.” kata Arie Rompas, Team Leader Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Sepuluh dari sebelas kasus gugatan perdata pemerintah terhadap perusahaan perkebunan (kelapa sawit, sagu, dan bubur kayu) terkait kebakaran hutan antara 2012-2015 , memerintahkan ganti rugi dan pemulihan lingkungan total senilai 2,7 triliun rupiah. Sementara perkara perdata kesebelas merupakan kasus terbesar dalam ganti rugi mencapai 16,2 triliun rupiah terkait dengan pembalakan liar dilakukan sejak tahun 2004 oleh perusahaan kayu Merbau Pelalawan Lestari[3].

Tahun 2014, salah satu kasus kebakaran hutan yang digugat perdata oleh pemerintah adalah Bumi Mekar Hijau (BMH), pemasok untuk Asia Pulp and Paper, perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia. Konsesi BMH, yang terletak di Sumatera Selatan, kembali terbakar pada peristiwa kebakaran hutan terburuk tahun 2015.

Kebakaran hutan dan lahan 2015 yang terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Papua, menyebabkan kabut asap yang mengganggu jutaan orang di Asia Tenggara. Bank Dunia memperkirakan Indonesia merugi sekitar 221 triliun rupiah terhadap sektor kehutanan, agrikultur, pariwisata dan industri lainnya. Kabut asap membuat ratusan ribu orang jatuh sakit di seluruh wilayah terdampak[4]. Sampai hari ini tidak ada satu perusahaan pun yang membayar kompensasi atas peran mereka dalam bencana tersebut.

“Ganti rugi yang harus dibayar sejumlah perusahaan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, dapat digunakan keperluan restorasi hutan dalam skala besar bahkan untuk biaya kesehatan dan infrastruktur darurat jika kebakaran terjadi lagi. Dengan tidak memaksa perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar, pemerintah terkesan mengirim pesan berbahaya yakni keuntungan perusahaan lebih penting di hadapan hukum, udara bersih, kesehatan dan perlindungan hutan,” kata Arie.

Emisi karbon yang dilepaskan dari hutan yang rusak dan gambut yang terbakar telah menjadi kontribusi terbesar Indonesia terhadap perubahan iklim, dengan efek mematikan. [5] Pada Oktober 2018, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyerukan untuk segera mengakhiri penggundulan hutan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 ° C.

Foto tersedia di link ini:

https://media.greenpeace.org/collection/27MZIFJWJK5NZ

Drone:

https://media.greenpeace.org/archive/Drone%20footage%20of%20massive%20forest%20fires%20as%20Indonesia-27MZIFJ6O1FY9.html

Catatan:

  1. Analisis dan rincian kasus-kasus ini tersedia berdasarkan permintaan kepada kontak media tercantum dibawah:
Perusahaan Tuntutan Nilai putusan/Status (Rupiah)
PT Kallista Alam Kebakaran Hutan dan Lahan 366 miliar
PT Jatim Jaya Perkasa Kebakaran Hutan dan Lahan 491 miliar
PT Waringin Agro Jaya Kebakaran Hutan dan Lahan 466,5 miliar
PT Waimusi Agroindah Kebakaran Hutan dan Lahan 29,6 miliar
PT Bumi Mekar Hijau Kebakaran Hutan dan Lahan 78,5 miliar
PT National Sago Prima Kebakaran Hutan dan Lahan 1,070 triliun
PT Ricky Kurniawan Kertapersada Kebakaran Hutan dan Lahan 191 miliar
PT Palmina Utama Kebakaran Hutan dan Lahan 22,3 miliar
PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi Kebakaran Hutan dan Lahan Tidak ada, sedang proses pengadilan
PT Surya Panen Subur Kebakaran Hutan dan Lahan Tidak Ada, sedang proses pengadilan
PT Merbau Pelalawan Lestari Pembalakan Liar 16,245 triliun
Total 18,959 triliun
  1. Gugatan perdata dan ganti rugi diklaim sebagai salah satu bagian dari sanksi administratif yang digunakan pemerintah untuk menegakan hukum serta tindakan pencegahan. Sanksi lain termasuk surat peringatan, pembekuan lisensi atau penghapusan lisensi. Kasus-kasus pengadilan sipil yang relevan tercantum pada halaman 18 dari laporan KLHK ‘Capaian Gakkum 2017’ ’https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/dfb36ec8-dfb36ec8-capaiangakkum2017.pdf
  2. Kompas.com: Menangkan KLHK, MA Vonis PT Merbau Pelalawan Lestari Bayar Denda Rp 16 Triliun
    https://nasional.kompas.com/read/2016/11/17/20251171/menangkan.klhk.ma.vonis.pt.merbau.pelalawan.lestari.bayar.denda.rp.16.triliun
  3. KBR.id: ni Laporan Peneliti Harvard soal Kabut Asap Indonesia Tewaskan 100 Ribu Orang di 3 Negara
    https://kbr.id/berita/internasional/09-2016/ini_laporan_peneliti_harvard_soal_kabut_asap_indonesia_tewaskan_100_ribu_orang_di_3_negara_/85157.html
    [5] Penggundulan hutan dan perusakan lahan gambut adalah sumber utama emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Ini telah mendorong Indonesia ke tingkat teratas penghasil emisi global, bersama dengan Amerika Serikat dan Cina.

Narahubung:

  • Arie Rompas, Team Leader Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, telp +62-811-5200-822 email [email protected]
  • Rully Yuliardi, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, telp +62- 811-8334-409, email [email protected]
Tim Cegah Api: Stop Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan tidak hanya mengancam kehidupan manusia, tapi juga mengancam satwa liar asli Indonesia yang terancam punah.

Ikut Beraksi