
Kuala Lumpur/Jakarta, 31 Oktober 2025 — Greenpeace Asia Tenggara menyoroti pengesahan ASEAN Declaration on the Right to a Safe, Clean, Healthy and Sustainable Environment pada KTT ASEAN 2025 di Kuala Lumpur. Meskipun deklarasi ini menjadi langkah penting atas pengakuan pelindungan lingkungan sebagai hak asasi manusia, Greenpeace menilai ASEAN masih belum menetapkan poin-poin kewajiban, target terukur, dan mekanisme penegakan hukum yang tegas dalam deklarasi ini.
ASEAN melewatkan kesempatan penting untuk menunjukkan komitmen lingkungan hidup yang nyata, padahal blok ini bisa saja menjadi pionir di belahan bumi selatan yang mengoperasionalkan resolusi Majelis Umum PBB tahun 2022 tentang hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. Bukannya menetapkan standar regional dan perlindungan bagi para pejuang lingkungan hidup, isi deklarasi ini malah mengesampingkan tanggung jawab perusahaan untuk menegakkan hak-hak lingkungan dan kebutuhan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang bersifat lintas batas (transboundary).

Heng Kiah Chun, Ketua Kampanye Greenpeace Malaysia, berpendapat bahwa deklarasi ini adalah kesempatan bagi ASEAN untuk mewujudkan aspirasi pemenuhan hak-hak lingkungan menjadi aksi nyata. “Untuk mencapai hal tersebut, ASEAN harus berani menghadapi kasus asap lintas batas, mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, dan menentang impunitas korporasi,” ucap Heng.
Pendapat Heng diamini oleh Sapta Ananda, Peneliti Senior Greenpeace Indonesia, yang juga menilai deklarasi ini kurang lengkap. “Mestinya deklarasi ini disertai dengan kewajiban dan langkah konkret untuk menuntaskan persoalan-persoalan regional yang terus datang dan akan berulang, seperti polusi udara dari kabut asap lintas batas dari kebakaran gambut. Salah satu langkah konkret yang bisa diambil untuk menjamin hak atas lingkungan hidup adalah dengan melindungi dan memulihkan gambut di Indonesia,” tegas Sapta.

Fajri Fadhillah, Ahli Strategi Kampanye Legal dan Politik Regional Greenpeace Asia Tenggara, melihat deklarasi ini dapat membawa harapan bagi negara-negara anggota ASEAN untuk menjadi yang terdepan dalam pemenuhan hak atas lingkungan. “Langkah pertama untuk mewujudkan harapan tersebut adalah meningkatkan akses bagi masyarakat rentan untuk berpartisipasi dalam pengembangan dan implementasi deklarasi. Hal ini juga harus tercermin dalam tindakan yang diambil oleh negara-negara anggota ASEAN dalam berbagai perjanjian lingkungan multilateral, seperti COP CBD, COP UNFCCC, dan pengembangan perjanjian plastik melalui INC,” terang Fajri.
Greenpeace mendesak para pemimpin ASEAN untuk memastikan Regional Plan of Action (RPA) yang tengah dikembangkan oleh Komisi Hak-Hak Asasi Manusia Antarnegara ASEAN (AICHR) bersama Pejabat Senior ASEAN untuk Lingkungan Hidup (ASOEN) dilakukan dengan menegakkan prinsip padiatapa dan pengakuan hak-hak Masyarakat Adat. Kurangnya transparansi, seperti yang terjadi dalam penyusunan deklarasi ini, tidak boleh terulang dalam implementasinya.
Greenpeace dan mitra masyarakat sipil di seluruh Asia Tenggara menegaskan kembali komitmen kami untuk melibatkan lembaga-lembaga ASEAN dan negara-negara anggota guna mendorong implementasi yang lebih kuat, transparansi, dan akuntabilitas, untuk mewujudkan hak-hak lingkungan hidup bagi seluruh masyarakat di kawasan ini.
SELESAI
Kontak Media:
Belgis Habiba, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, +62 897-0005-629
Agnes Alvionita, Tim Komunikasi Greenpeace Indonesia, +62-858-1028-8575


