Serikat Buruh Migran Indonesia bersama Greenpeace Indonesia mengungkap daftar perusahaan perekrutan dan penempatan Anak Buah Kapal (ABK) Asal Indonesia yang diduga kuat menjadi korban kerja paksa dan perbudakan modern di kapal perikanan asing jarak jauh.
Laporan investigasi ini merupakan pengungkapan dan pendalaman informasi lanjutan dari laporan berjudul “Ketika Laut Menjerat: Perjalanan Menuju Perbudakan Modern di Laut Lepas” yang dirilis oleh Greenpeace Asia Tenggara berkolaborasi dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) pada Desember 2019 lalu. Dalam laporan ini, laporan terdahulu disebut sebagai laporan “Seabound”.
Laporan investigasi ini bertujuan merilis (6) enam nama perusahaan perekrut dan penempatan tenaga kerja Indonesia (Manning Agency) khususnya Anak Buah Kapal (ABK) migran dari Indonesia yang ditempatkan di kapal ikan luar negeri yang beroperasi secara jarak jauh, baik di perairan laut lepas ataupun di wilayah perairan maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara lain.
Banyaknya pelanggaran terhadap Anak Buah Kapal Ikan dari Indonesia yang ditempatkan di kapal-kapal ikan luar negeri tersebut memiliki hubungan yang erat dengan perusahaan manning agency di Indonesia yang melakukan perekrutan dan penempatan di kapal ikan luar negeri.
Berdasarkan data yang dirilis dalam laporan “Seabound” terdapat 13 nama kapal ikan luar negeri yang menjadi tempat penempatan ABK dan diduga kuat telah melakukan praktek kerja paksa dan pelanggaran. Masing-masing dari tiga belas (13) kapal ikan tersebut diduga terkait dengan satu hingga lebih dari (6) enam perusahaan perekrut dan penempatan ABK di Indonesia.
Enam Perusahaan perekrutan dan penempatan jasa ABK :
- (1) PT. Puncak Jaya Samudra (PJS);
- (2) PT. Bima Samudra Bahari (BSB);
- (3) PT. Setya Jaya Samudera (SJS);
- (4) PT. Bintang Benuajaya Mandiri (BBM);
- (5) PT. Duta Samudera Bahari (DSB); dan
- (6) PT. Righi Marine Internasional (RMI).
Keenam perusahaan ini merupakan perusahaan perekrutan dan penempatan jasa Anak Buah Kapal Indonesia (ABKI) di kapal-kapal asing khususnya kapal-kapal ikan yang berasal dan atau dikuasai oleh pemilik dari Taiwan.
Baca laporan lengkapnya di: