Jakarta, 14 Februari 2017. Bertajuk “Cintai Paru-parumu, Download Aplikasi Ini”, Greenpeace meluncurkan sebuah aplikasi yang berisi informasi kualitas udara hari ini di Jakarta. Peluncuran aplikasi yang diberi nama UdaraKita ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara berdasarkan perhitungan jumlah konsentrasi PM 2.5, salah satu polutan udara yang diketahui paling berbahaya.

“Data kualitas udara yang terdapat dalam aplikasi UdaraKita diambil dari rerata harian alat pemantau kualitas udara yang kami letakkan di 50 titik pemantauan yang tersebar di Jabodetabek dan beberapa kota lain di Indonesia,” kata Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.

Tingkat polusi udara di kota besar seperti Jakarta sudah sampai pada tahap yang cukup mengkhawatirkan. Pada semester pertama 2016, tingkat polusi udara Jakarta sudah berada pada level 45 μg/m3, atau 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dalam sebuah laporan Greenpeace bersama Harvard, polusi udara yang berasal dari pembangkit listrik batubara dapat meningkatkan risiko kematian dini hingga mencapai 6.500 jiwa per tahun setiap tahunnya, 115 di antaranya adalah anak-anak yang mengalami infeksi saluran pernafasan bawah (1).  Laporan WEO menghitung 70.000 potensi kematian dini akibat polusi udara di Indonesia pada tahun 2015 dan dapat meningkat sampai 140.000 kasus di tahun 2040, apabila tidak ada langkah berarti yang dilakukan untuk mengurangi sumber polutannya (2).

Sumber polusi udara di kota besar di Indonesia, kebanyakan berasal dari transportasi dan pembangkit tenaga listrik, yang masih mengandalkan bahan bakar fosil. Sedangkan polutan udara yang dinilai paling berbahaya adalah PM 2.5, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan serius bahkan hingga kanker paru.

Tingginya kadar polusi udara di kota-kota besar ternyata belum mendapatkan perhatian khusus dari pihak pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari minimnya alat pemantauan kualitas udara yang datanya dapat diakses oleh masyarakat, khususnya bagi kota-kota yang memiliki tingkat polusi tinggi seperti Jakarta dan Bandung.

Greenpeace lantas menginisiasi aplikasi mobile “UDARAKITA“ agar masyarakat dapat mengakses data kualitas udara, seperti kadar PM 2.5. Lewat aplikasi ini, Greenpeace mengajak masyarakat di kota-kota besar di Tanah Air untuk mulai peduli terhadap kondisi udara sekitar dan menjadi lebih sadar terhadap dampak kesehatan yang dapat kita derita akibat polusi udara.

Dalam peluncuran aplikasi tersebut, Greenpeace juga menekankan pentingnya peran pemerintah untuk menangani masalah polusi udara dengan serius. “Rekomendasi kami adalah antara lain penyediaan pemantauan kualitas udara di seluruh wilayah Indonesia, khususnya kota-kota besar, serta mengurangi sumber penghasil polusi udara, yaitu dari sektor transportasi dan energi,” pungkas Bondan.

Catatan editor:

  • Laporan Greenpeace bersama Harvard, Kita, Batubara, dan Polusi Udara: http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/reports/Hasil-Penelitian-Harvard-Ancaman-Maut-PLTU-Batubara-Indonesia/
  • WEO Special Report, Energy and Air Pollution; June 2016: http://www.worldenergyoutlook.org/airpollution/

Kontak media:

  • Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi, Telp 0811-8188-182
  • Rahma Shofiana, Jurukampanye Media, Telp 0811-1461-67