Jakarta, 15 Mei 2019. Sebagai bagian dari ibadah di bulan Ramadan, masyarakat diharapkan bisa merubah kebiasaan menggunakan plastik sekali pakai. Dengan begitu, konsumsi plastik sekali pakai bisa berkurang sehingga permasalahan sampah plastik pun terurai. Anjuran ini sebagai salah satu pesan yang dikemukakan dalam kegiatan diskusi Ramadan Ramah Lingkungan bertajuk “Pantang Plastik di Bulan Puasa” di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, hari ini. Kegiatan ini adalah rangkaian kampanye #PantangPlastik yang diluncurkan oleh Greenpeace Indonesia pada bulan Ramadan tahun lalu.

Tingkat penggunaan plastik sekali pakai baik nasional dan global sudah berada pada tahapan mengkhawatirkan. Pada bulan Ramadan, volume sampah termasuk sampah plastik biasanya meningkat cukup signifikan. Ramadan tahun lalu, menurut Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, jumlah sampah naik empat persen. [1] Besarnya volume sampah plastik menjadi beban bagi lingkungan mengingat tingkat daur ulang yang sangat rendah yakni hanya 9 persen secara global. Maka timbunan sampah plastik pun berpotensi terus meningkat. Berdasarkan tren historis, timbunan sampah plastik kumulatif global diperkirakan akan mencapai lebih dari 25.000 juta metrik ton pada tahun 2050. [2]

Penggunaan plastik sekali pakai selama bulan puasa begitu besar karena budaya konsumtif masyarakat, yang akhirnya mendorong aktivitas perdagangan makanan dan minuman cepat saji pun meningkat. Sementara kemasan masih mengandalkan plastik sekali pakai. “Penggunaan plastik sekali pakai yang berlebihan pada bulan Ramadan, terutama saat berbuka puasa, dapat memperburuk krisis sampah plastik,” terang Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia. Kebiasaan ini harus bisa berubah yakni pembeli bisa membawa wadah makanan sendiri, dan penjual pun dapat menyediakan produk yang dijual tanpa kemasan plastik sekali pakai.

“Masalah sampah plastik itu tidak hanya mengotori lingkungan, tapi dampaknya panjang sekali. Efeknya hingga menimbulkan penyakit dan bencana,” ujar Fitria Ariyani, Direktur Bank Sampah Nusantara LPBI Nahdlatul Ulama. Dalam Musyawarah Nasional NU tahun ini, sampah plastik mendapatkan perhatian cukup besar. Salah satunya, produsen seperti perusahaan yang memproduksi barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) didorong untuk bertanggung jawab atas sampah kemasan produknya sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Selain itu, Fitria berpendapat, harus ada perubahan pola pikir untuk membangun kesadaran masyarakat dalam memulai gaya hidup yang ramah lingkungan (green lifestyle), seperti mulai menggunakan perangkat makan sendiri.

Ketika sebagian besar plastik sekali pakai tidak dapat didaur ulang, maka sampah plastik pun kian menumpuk begitu saja di tempat pembuangan akhir dan lingkungan sekitar. Dampaknya, bukan hanya kesehatan manusia yang terancam, tetapi juga satwa. Menurut laporan terbaru dari Center for International Environmental Law (CIEL) yang berjudul “Plastic&Health: The Hidden Costs of a Plastic Planet,” plastik menimbulkan risiko yang berbeda terhadap kesehatan manusia di setiap tahapan siklus hidupnya. [3] Partikel-partikel mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara tertelan atau terhirup, dan menimbulkan berbagai dampak kesehatan.

“Satu-satunya solusi mengurai permasalahan sampah plastik adalah dengan mengurangi konsumsi plastik sekali pakai, dan kita bisa mulai dari diri sendiri, seperti di bulan Ramadan ini,” tegas Atha.

Catatan editor:

[1] https://kumparan.com/@kumparannews/selama-bulan-ramadhan-jumlah-sampah-di-jakarta-meningkat-4-persen
[2] Geyer, R. et al (2017) Produksi, penggunaan, dan nasib semua plastik yang pernah dibuat. Science Advances Vol. 3, no. 7. https://advances.sciencemag.org/content/3/7/e1700782
[3] Laporan lengkap bisa dilihat di:  www.ciel.org/plasticandhealth

Kontak media:

Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia, [email protected], telp 0811-1714-083
Ester Meryana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, [email protected], telp 0811-1924-090