Peatland Rainforest in Sumatra. © Greenpeace / Daniel Beltrá
© Greenpeace / Daniel Beltrá

Jakarta, 9 Juli 2020 – Greenpeace Indonesia telah memperingatkan potensi bahaya bencana lingkungan jika pemerintah tetap memaksakan proyek cetak sawah baru (food estate) yang kontroversial, dimana seluas 164.598 hektar gambut di Kalimantan akan diubah menjadi lahan sawah. [1]

Hari ini Presiden Joko Widodo mengunjungi Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) untuk meninjau proyek food estate, Ketua Tim Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menyatakan:

“Hanya berselang sekitar satu minggu pemerintah Kalimantan Tengah mengumumkan status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan, Presiden Jokowi terbang ke Palangkaraya utamanya untuk memberi lampu hijau proyek yang berpotensi merusak 164.598 hektar lahan gambut yang kondisinya sudah memprihatinkan,” kata Arie. [2]

“Sejak 2015, lebih dari seperempat juta hektar hutan lahan gambut telah terbakar di Kalimantan Tengah, para ilmuwan mendesak Indonesia melindungi semua lahan gambut untuk demi menghentikan laju perubahan iklim. Pemerintah justru sebaliknya membuat program pengubahan lahan yang akan mengganggu ekosistem lanskap gambut dan berpotensi menjadi malapetaka kebakaran lahan semakin parah,” lanjut Arie. [3] [4]

Presiden Jokowi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk ikut mengelola sektor pangan salah satunya proyek food estate. Keduanya hari ini meninjau Food Estate di Kabupaten Kapuas dimana Presiden Suharto meluncurkan Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar pada tahun 1995, tujuannya memperkuat ketahanan pangan dengan mengubah lahan gambut menjadi padi. Proyek ini gagal menghasilkan beras dan meninggalkan bekas kehancuran lahan gambut yang kaya akan karbon dan kini menjadi area yang rawan kebakaran lahan.

“Sepanjang hidup saya tinggal disini dan setiap tahun saya masih menyaksikan warisan beracun dari kegagalan Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar. Kami dijanjikan pasokan pangan melimpah namun itu tidak pernah ada hanya meninggalkan kesulitan ekonomi lokal dan penyakit dari kabut asap dari kebakaran tahunan,” ungkap Arie.

“Ketahanan pangan tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk mendesak Indonesia ke dalam rencana yang memicu perubahan iklim dan tidak dapat menjamin masa depan yang sehat, adil dan bebas api. Pemerintah harus menghormati ikatan mendalam yang dimiliki masyarakat Kalimantan Tengah dengan tanah ini dan memberikan alternatif untuk mengembangkan tanaman lokal yang tidak bergantung pada eksploitasi lahan gambut. Harus ada proses konsultasi publik yang diadakan dengan orang-orang yang paling terkena dampak oleh rencana pembangunan di masa depan,” kata Arie.

“Jangan menjadikan ketahanan pangan sebagai alasan untuk mendorong Indonesia ke proyek yang memicu perubahan iklim yang akan mengorbankan kesehatan dan masa depan masyarakat untuk terbebas dari asap tahunan. Pemerintah harus menghormati ikatan mendalam yang dimiliki masyarakat Kalimantan Tengah dengan tanah ini dan memberikan alternatif untuk mengembangkan tanaman lokal yang tidak bergantung pada eksploitasi lahan gambut. Harus ada proses konsultasi publik terlebih dahulu dengan masyarakat yang paling rentan terkena dampak pembangunan,” tutup Arie.

Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk memberikan peluang pengembangan alternatif bagi masyarakat lokal dan mempromosikan tanaman lokal seperti sagu dan jagung, yang tidak bergantung pada eksploitasi lahan gambut. Mendesak pemerintah agar memprioritaskan perlindungan lahan gambut tersisa agar tetap utuh, serta pemulihan lahan gambut rusak dengan membasahi, revegetasi dan revitalisasi secara signifikan mengurangi potensi kebakaran.

Catatan:

[1] AntaraNews.com: Pemerintah lanjutkan rencana cetak sawah baru di Kalimantan Tengah 

 [2] Arie Rompas adalah salah satu dari tujuh penggugat yang memenangkan gugatan warga (citizen lawsuit) yang mana Mahkamah Agung menguatkan putusan sebelumnya oleh Pengadilan Tinggi, yang menyatakan Pemerintahan Presiden Jokowi bersalah atas tindakan melawan hukum terkait bencana kebakaran tahun 2015 yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan dampak buruk kesehatan terhadap warga.

[3] Analisis data untuk area yang terbakar (2015-2019) dan Fungsi Ekosistem Gambut dari KLHK menunjukkan total lahan gambut yang terbakar di Kalimantan Tengah sekitar 266.484,9 hektar.

Badan Restorasi Gambut (BRG) didirikan setelah kebakaran tahun 2015 dan ditugaskan untuk memimpin upaya negara untuk memulihkan lahan gambut, telah menyatakan dukungannya terhadap proyek Cetak Sawah Baru di Lahan Gambut. Ini menjadi kontra-produktif terhadap fakta bahwa lahan gambut di Kalimantan Tengah pada 2019 telah terbakar sekitar 266.484,9 hektar  [1] dan fakta bahwa provinsi tersebut memiliki prioritas restorasi lahan gambut dengan target 713.076 hektar.

[4] Pada puncak krisis kebakaran hutan tahun 2015, emisi gas rumah kaca harian dari kebakaran hutan dan gambut di Indonesia melampaui emisi harian Amerika Serikat.

Kontak Media:

Arie Rompas, Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, 62-811-5200-822, [email protected]

Rully Yuliardi Achmad, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, 62- 811-8334-409, [email protected]