Kita Menghirup Racun
Jakarta dan Palembang menjadi contoh kota dengan kualitas udara buruk akibat emisi PLTU Batubara, emisi kendaraan, asap pabrik, dan karhutla. Dampaknya, pada 2023 kasus ISPA mencapai 1.5 – 1.8 juta secara nasional. Padahal, udara bersih, sebagaimana ditetapkan oleh PBB, merupakan hak asasi manusia.


Masalah Polusi Udara
Aktivitas ekstraktif industri dan PLTU batubara menjadi penyumbang utama polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Sebanyak 118 fasilitas industri dan 8 PLTU Batubara di sekitar Jakarta melepaskan emisi karbon yang mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim. Dampaknya tidak hanya merugikan ekonomi, tapi polusi udara mengancam kesehatan dan mereka yang terpapar berisiko kehilangan 2-5 tahun usia harapan hidup.
Negara pun turut menanggung rugi dari ancaman polusi udara. Dilaporkan ada 1,1 juta kasus rawat jalan dengan biaya Rp 431 miliar dan 1,7 juta kasus rawat inap yang menghabiskan Rp 13,3 triliun. Mengingat banyaknya kerugian dari polusi udara, pemerintah dan sektor swasta harus menangani sumber utama polusi udara dari PLTU Batubara.
Solusi mengatasi Polusi Udara
Pemerintah dan sektor swasta harus segera mengurangi penggunaan energi fosil dengan beralih ke sumber energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan biomassa. Pemerintah daerah juga perlu menghentikan penebangan pohon untuk pembangunan industri dan perkebunan sawit, dan memperbanyak ruang terbuka hijau.
Meningkatkan jumlah pengguna transportasi umum juga bisa sebagai solusi. Hal itu bisa dicapai dengan cara meneruskan subsidi, meningkatkan kualitas layanan, memperbanyak integrasi antarmoda, memperbanyak rute dan armada, serta menerapkan pajak karbon. Mari kita kawal upaya pemerintah untuk mewujudkan langit biru dengan udara yang bersih.
