Lindungi Mereka yang Bekerja di Laut

Laut tengah menghadapi dua kejahatan: kejahatan lingkungan dan kejahatan kemanusiaan. Keduanya terjadi akibat aktivitas industri perikanan yang ekstraktif. Kapal-kapal penangkap ikan jarak jauh tak hanya mengeruk sumber daya laut dengan alat-alat tangkap yang merusak lingkungan, tetapi juga mengeksploitasi pekerjanya. 

Laut tengah menghadapi dua kejahatan: kaejahatan lingkungan dan kejahatan kemanusiaan. Kedua kejahatan ini terjadi akibat aktivitas industri perikanan yang ekstraktif.
Modern Slavery Of Indonesian Fishers Protest in Jakarta. © Adhi Wicaksono / Greenpeace

Hentikan Perbudakan Modern di Laut

Praktik perbudakan modern di laut ini bukanlah hal baru! Sepanjang 2013 hingga 2021, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat 634 aduan dari AKP migran yang menjadi korban kerja paksa. Beberapa di antaranya disinyalir terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Seringkali, kapal-kapal tempat mereka bekerja juga melakukan praktik perikanan ilegal yang biasa kita kenal dengan illegal, unreported, and undocumented fishing (IUUF).

Ratifikasi ILO K-188

C-188 mengatur tentang pekerjaan dalam penangkapan ikan. Konvensi yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2007 tersebut secara khusus mengatur standar pelindungan bagi para pekerja di sektor kelautan.

Lebih dari itu, C-188 juga mengisi kekosongan pelindungan ketenagakerjaan di bidang perikanan karena memuat sejumlah pembaharuan dalam upaya pelindungan pekerja di sektor industri perikanan agar tak terjebak dalam praktik kerja paksa, perbudakan modern, dan perdagangan manusia.

YouTube Terkait